𝗗𝗔𝗥𝗔𝗛 𝗣𝗔𝗗𝗔 𝗗𝗔𝗚𝗜𝗡𝗚
𝘈𝘧𝘸𝘢𝘯 𝘬𝘪𝘺𝘢𝘪 𝘣𝘢𝘨𝘢𝘪𝘮𝘢𝘯𝘢 𝘩𝘶𝘬𝘶𝘮𝘯𝘺𝘢 𝘥𝘢𝘳𝘢𝘩 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘵𝘦𝘳𝘬𝘢𝘥𝘢𝘯𝘨 𝘮𝘢𝘴𝘪𝘩 𝘢𝘥𝘢 𝘥𝘪 𝘥𝘢𝘨𝘪𝘯𝘨 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘥𝘪𝘮𝘢𝘴𝘢𝘬 ? 𝘋𝘢𝘭𝘢𝘮 𝘣𝘦𝘣𝘦𝘳𝘢𝘱𝘢 𝘬𝘢𝘴𝘶𝘴 𝘢𝘥𝘢 𝘮𝘢𝘴𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘬𝘶𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘴𝘦𝘮𝘱𝘶𝘳𝘯𝘢 𝘮𝘢𝘵𝘢𝘯𝘨𝘯𝘺𝘢 𝘥𝘪 𝘣𝘢𝘨𝘪𝘢𝘯 𝘵𝘦𝘯𝘨𝘢𝘩𝘯𝘺𝘢 𝘴𝘦𝘱𝘦𝘳𝘵𝘪 𝘮𝘢𝘴𝘪𝘩 𝘢𝘥𝘢 𝘥𝘢𝘳𝘢𝘩𝘯𝘺𝘢. 𝘚𝘦𝘥𝘢𝘯𝘨𝘬𝘢𝘯 𝘥𝘢𝘳𝘢𝘩𝘬𝘢𝘯 𝘵𝘦𝘳𝘮𝘢𝘴𝘶𝘬 𝘮𝘢𝘬𝘢𝘯𝘢𝘯 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘩𝘢𝘳𝘢𝘮 𝘶𝘯𝘵𝘶𝘬 𝘥𝘪𝘮𝘢𝘬𝘢𝘯.
𝗝𝗮𝘄𝗮𝗯𝗮𝗻
Oleh : Ahmad Syahrin Thoriq
Memang benar bahwa darah adalah termasuk yang diharamkan untuk dikonsumsi dalam Islam berdasarkan kesepakatan para ulama. Hal ini berdasarkan nas al Qur’an yang secara jelas dan tegas menyebutkan tentang keharaman darah, Allah ta’ala berfirman :
اِنَّمَا حَرَّمَ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةَ وَالدَّمَ وَلَحْمَ الْخِنْزِيْرِ وَمَآ اُهِلَّ بِه لِغَيْرِ اللّٰهِ
“𝘚𝘦𝘴𝘶𝘯𝘨𝘨𝘶𝘩𝘯𝘺𝘢 𝘋𝘪𝘢 𝘩𝘢𝘯𝘺𝘢 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘩𝘢𝘳𝘢𝘮𝘬𝘢𝘯 𝘢𝘵𝘢𝘴𝘮𝘶 𝘣𝘢𝘯𝘨𝘬𝘢𝘪, 𝘥𝘢𝘳𝘢𝘩, 𝘥𝘢𝘨𝘪𝘯𝘨 𝘣𝘢𝘣𝘪, 𝘥𝘢𝘯 (𝘥𝘢𝘨𝘪𝘯𝘨) 𝘩𝘦𝘸𝘢𝘯 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘥𝘪𝘴𝘦𝘮𝘣𝘦𝘭𝘪𝘩 𝘥𝘦𝘯𝘨𝘢𝘯 (𝘮𝘦𝘯𝘺𝘦𝘣𝘶𝘵 𝘯𝘢𝘮𝘢) 𝘴𝘦𝘭𝘢𝘪𝘯 𝘈𝘭𝘭𝘢𝘩.” (QS. Al Baqarah : 173)
قُلْ لَا أَجِدُ فِي مَا أُوحِيَ إِلَيَّ مُحَرَّمًا عَلَى طَاعِمٍ يَطْعَمُهُ إِلَّا أَنْ يَكُونَ مَيْتَةً أَوْ دَمًا مَسْفُوحًا أَوْ لَحْمَ خِنْزِيرٍ فَإِنَّهُ رِجْسٌ أَوْ فِسْقًا
“𝘒𝘢𝘵𝘢𝘬𝘢𝘯𝘭𝘢𝘩, '𝘛𝘪𝘢𝘥𝘢𝘭𝘢𝘩 𝘢𝘬𝘶 𝘮𝘦𝘯𝘥𝘢𝘱𝘢𝘵𝘪 𝘥𝘢𝘭𝘢𝘮 𝘸𝘢𝘩𝘺𝘶 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘥𝘪𝘸𝘢𝘩𝘺𝘶𝘬𝘢𝘯 𝘬𝘦𝘱𝘢𝘥𝘢𝘬𝘶, 𝘴𝘦𝘴𝘶𝘢𝘵𝘶 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘥𝘪𝘩𝘢𝘳𝘢𝘮𝘬𝘢𝘯 𝘣𝘢𝘨𝘪 𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘩𝘦𝘯𝘥𝘢𝘬 𝘮𝘦𝘮𝘢𝘬𝘢𝘯𝘯𝘺𝘢, 𝘬𝘦𝘤𝘶𝘢𝘭𝘪 𝘬𝘢𝘭𝘢𝘶 𝘮𝘢𝘬𝘢𝘯𝘢𝘯 𝘪𝘵𝘶 𝘣𝘢𝘯𝘨𝘬𝘢𝘪, 𝘢𝘵𝘢𝘶 𝘥𝘢𝘳𝘢𝘩 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘢𝘭𝘪𝘳 𝘢𝘵𝘢𝘶 𝘥𝘢𝘨𝘪𝘯𝘨 𝘣𝘢𝘣𝘪-𝘬𝘢𝘳𝘦𝘯𝘢 𝘴𝘦𝘴𝘶𝘯𝘨𝘨𝘶𝘩𝘯𝘺𝘢 𝘴𝘦𝘮𝘶𝘢𝘯𝘺𝘢 𝘪𝘵𝘶 𝘬𝘰𝘵𝘰𝘳”. (QS. Al An’am : 145)
Syaikh Wahbah Zuhaili rahimahullah berkata :
فيطهر بالذبح جميع أجزائه إلا الدم المسفوح، باتفاق المذاهب
“Adapun hewan yang dagingnya halal dimakan, maka dengan penyembelihan, seluruh bagian tubuhnya menjadi suci kecuali darah yang mengalir, (haramnya darah adalah) menurut kesepakatan seluruh madzhab.”[1]
Disebutkan dalam al Mausu’ah :
والدم المسفوح متفق على تحريمه كما مر
"Dan darah yang mengalir disepakati keharamannya sebagaimana telah ditegaskan sebelumnya."[2]
Hanya saja yang dimaksud darah di sini adalah berupa darah yang mengalir, bukan darah yang ada pada daging berupa bercak atau yang jumlahnya tidaklah banyak. Para ulama menyatakan bahwa darah yang ada di daging tidaklah haram, yang diharamkan itu adalah darah yang secara sengaja dikumpulkan dan kemudian dimasak secara khusus.
Al imam al Qurthubi rahimahullah ketika menjelaskan firman Allah ta’ala dalam surah al An’am ayat 145 : “Kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi”, beliau membawakan sebuah riwayat dari ummul mukminin Aisyah radhiyallahu’anha berikut ini :
كنا نطبخ البرمة على عهد رسول الله صلى الله عليه وسلم تعلوها الصفرة من الدم فنأكل ولا ننكره
"Kami dulu memasak (daging) di periuk pada masa Rasulullah ﷺ, di atasnya tampak warna agak kemerahan karena darah, dan kami memakannya dan beliau tidak mengingkarinya."[3]
Sedangkan al imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata :
قال عكرمة في قوله: {أو دما مسفوحا} لولا هذه الآية لتتبع الناس ما في العروق، كما تتبعه اليهود
“Dan berkata Ikrimah tentang firman Allah ta’ala (atau darah yang mengalir) seandainya bukan karena ayat ini orang-orang akan membersihkan sebersih-bersihnya apa yang ada di urat-urat (darah yang sedikit), sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang Yahudi.”[4]
Al imam Qatadah rahimahullah berkata :
حرم من الدماء ما كان مسفوحًا، فأما لحم خالطه دم فلا بأس به
“Darah yang diharamkan adalah darah yang mengalir, adapun daging yang di sela-selanya terselip darah, tidak haram.”[5]
Al imam Nawawi rahimahullah berkata :
مما تعم به البلوى الدم الباقي على اللحم وعظامه وقل من تعرض له من أصحابنا فقد ذكره أبو إسحق الثعلبي المفسر من أصحابنا ونقل عن جماعة كثيرة من التابعين أنه لا بأس به ودليله المشقة في الاحتراز منه وصرح أحمد وأصحابه بأن ما يبقى من الدم في اللحم معفو عنه ولو غلبت حمرة الدم في القدر لعسر الاحتراز منه وحكوه عن عائشة وعكرمة والثوري وابن عيينة وأبى يوسف واحمد واسحق وغيرهم واحتجت عائشة والمذكورون بقوله تعالى (إلا أن يكون ميتة أو دما مسفوحا) قالوا فلم ينه عن كل دم بل عن المسفوح خاصة وهو السائل
"Termasuk perkara yang sulit dihindari adalah darah yang tersisa pada daging dan tulangnya. Sangat sedikit dari para ulama kami yang membahasnya, tetapi hal ini disebutkan oleh Abu Ishaq ats Tsa'labi, seorang ahli tafsir dari kalangan kami (madzhab Syafi’i), dan ia menukil dari banyak tabi'in bahwa tidak ada masalah dengannya. Dalilnya adalah adanya kesulitan dalam menghindarinya.
Imam Ahmad dan para pengikutnya dengan tegas menyatakan bahwa darah yang tersisa pada daging itu dimaafkan, bahkan jika warna merah darah mendominasi dalam panci karena sulit untuk menghindarinya, dan ini dinukil dari Aisyah, Ikrimah, Ats-Tsauri, dan Ibnu Uyainah. Abu Yusuf, Ahmad, Ishaq, dan lainnya. Aisyah dan mereka yang disebutkan ini berdalil dengan firman Allah Ta'ala: (kecuali jika itu bangkai atau darah yang mengalir). Mereka berkata yang diharamkan bukan semua jenis darah.”[6]
Al imam Ramli rahimahullah berkata :
والدم الباقي على اللحم وعظامه نجس معفو عنه؛ لأنه من الدم المسفوح وإن لم يسل لقلته، ولعله مراد من عبر بطهارته
"Darah yang tersisa pada daging dan tulangnya adalah najis tetapi dimaafkan, karena termasuk darah yang mengalir meskipun tidak mengalir karena sedikitnya, dan ini mungkin maksud dari orang yang menyatakan bahwa ia suci."[7]
𝗞𝗲𝘀𝗶𝗺𝗽𝘂𝗹𝗮𝗻
Darah yang ada dalam daging dihukumi oleh para ulama halal untuk dikonsumsi, hanya mereka berbeda pendapat tentang sebab kehalalannya. Sebagian mengatakan karena ia tidak termasuk jenis darah yang diharamkan, yakni yang mengalir, sedangkan sebagian lainnya berpendapat karena hukumnya dima’fu (dimaafkan).
Wallahu a’lam.
___________
[1] Fiqh al Islami wa Adillatuhu (1/255)
[2] Al Mausu’ah al Fiqhiyah al Kuwaitiyah (5/153)
[3] Tafsir al Qurthubi (2/222)
[4] Tafsir Ibnu Katsir (3/352)
[5] Tafsir Ibnu Katsir (3/352)
[6] Majmu’ Syarah al Muhadzdzab (2/557)
[7] Fath ar Rahman bisyarh Zubad Ibnu Ruslan hal. 143
Tidak ada komentar:
Posting Komentar