Selasa, 15 Oktober 2024

Hukum Taqlid

 

𝗛𝗔𝗥𝗨𝗦𝗞𝗔𝗛 𝗧𝗔𝗤𝗟𝗜𝗗 𝗞𝗘𝗣𝗔𝗗𝗔 𝗦𝗔𝗧𝗨 𝗠𝗔𝗗𝗭𝗛𝗔𝗕 ?

Oleh : Ahmad Syahrin Thoriq

Pengertian taqlid kepada madzhab adalah perbuatan orang awam yang berpegang hanya kepada pendapat satu madzhab saja, dalam keadaan ia tidak mengetahui akan dalil-dalilnya.[1] Tentang hal ini para ulama berbeda pendapat, ada yang mewajibkan namun mayoritas ulama tidak mewajibkan.

𝟭. 𝗬𝗮𝗻𝗴 𝗠𝗲𝘄𝗮𝗷𝗶𝗯𝗸𝗮𝗻

Sebagian ulama berpendapat wajib hukumnya untuk bertaqlid kepada madzhab fiqih yang ada bagi orang awam, dan tidak boleh baginya untuk memilah dan memilih pendapat yang ada.[2]

Al imam Nawawi rahimahullah berkata :

والثاني ‌يلزمه وبه قطع أبو الحسن إلكيا وهو جار في كل من لم يبلغ رتبة الاجتهاد من الفقهاء وأصحاب سائر العلوم: ووجهه أنه لو جاز اتباع أي مذهب شاء لا فضى إلى أن يلتقط رخص ‌المذاهب متبعا هواه ويتخير بين التحليل والتحريم والوجوب والجواز وذلك يؤدي إلى انحلال ربقة التكليف

"Pendapat lainnya menyatakan bahwa orang awam wajib memilih satu madzhab, dan ini adalah pendapat yang dipastikan dipegang oleh Abu Hasan al Kiya. Pendapat ini berlaku untuk semua orang yang belum mencapai tingkat ijtihad, baik dalam ilmu fiqih maupun ilmu-ilmu lainnya.

Pendapat ini didasarkan pada argumen bahwa jika seseorang diperbolehkan mengikuti madzhab mana pun yang ia kehendaki, maka hal itu akan menyebabkan ia memilih keringanan dari berbagai madzhab sesuai dengan hawa nafsunya. Ia bisa memilih antara halal dan haram, wajib dan mubah, dan hal ini akan mengakibatkan hilangnya tanggung jawab dalam menjalankan kewajiban agama.

بخلاف العصر الأول فإنه لم تكن ‌المذاهب الوافية بأحكام الحوادث مهذبة وعرفت: فعلى هذا ‌يلزمه أن يجتهد في اختيار مذهب يقلده على التعيين

Hal ini tentu berbeda dengan zaman dahulu, di mana madzhab-madzhab yang mencakup hukum-hukum belum terstruktur dan juga belum dikenal dengan baik. Oleh karena itu, (menurut pendapat pertama ini) wajib bagi orang awam untuk memilih salah satu madzhab yang akan ia ikuti secara pasti.”[3]

Syaikh al Bujairami rahimahullah berkata :

‌كل ‌من ‌الأئمة ‌الأربعة ‌على ‌الصواب ‌ويجب ‌تقليد ‌واحد ‌منهم، ومن قلد واحدا منهم خرج عن عهدة التكليف، وعلى المقلد اعتقاد أرجحية مذهبه أو مساواته، ولا يجوز تقليد غيرهم في إفتاء أو قضاء.

“Semua imam dari empat madzhab berada di atas kebenaran, dan wajib bertaqlid kepada salah satu dari mereka. Barangsiapa yang bertaqlid kepada salah satu dari mereka, maka ia telah memenuhi kewajiban dalam tanggung jawab agama. Orang yang bertaqlid harus meyakini keunggulan madzhabnya atau kesetaraannya dengan madzhab lainnya, dan tidak boleh bertaqlid kepada selain mereka dalam fatwa atau hukum.”[4]

𝟮. 𝗬𝗮𝗻𝗴 𝗧𝗶𝗱𝗮𝗸 𝗺𝗲𝘄𝗮𝗷𝗶𝗯𝗸𝗮𝗻

Sedangkan sebagian ulama yang lain berpendapat tidak ada kewajiban untuk bertaqlid dengan madzhab yang ada. Bagi orang awam boleh mengikuti pendapat yang ada dari setiap madzhab atau di luar madzhab dengan syarat (1) tidak menyelisihi ijma’ ulama, bukan untuk mencari-cari yang mudah dari setiap pendapat madzhab, dan (3) jika itu bukan pendapat dari madzhab, meyakini keulamaan orang yang ditaqlidi.

Al imam Ibnu Hajar al Haitami rahimahullah berkata :

فامتنع أن يشترط عليه التزام مذهب من ‌المذاهب ‌الأربعة لأن فيه منعا له مما يجوز تقليده ولم يمتنع أن يشترط عليه التزام الراجح من مذهبه

“Maka tidak diperbolehkan mewajibkan seseorang untuk mengikuti salah satu madzhab tertentu dari empat madzhab, karena hal itu akan menghalanginya dari sesuatu yang boleh untuk ia ikuti (bertaqlid kepadanya). Namun, tidak dilarang untuk mensyaratkan kepadanya untuk mengikuti pendapat yang lebih kuat dari madzhabnya sendiri, karena tidak diperbolehkan untuk bertaqlid kepada pendapat yang lemah dalam madzhabnya.”[5]

Al imam al Qarafi rahimahullah berkata :

يجوز ‌تقليد ‌المذاهب في النوازل والانتقال من مذهب الى مذهب بثلاثة شروط ألا يجمع بينها على وجه يخالف الإجماع ...وأن يعتقد فيمن يقلده الفضل بوصول أخباره إليه ولا يقلده رميا في عماية وألا يتتبع رخص المذاهب

"Diperbolehkan bertaqlid kepada madzhab dalam masalah-masalah baru (nawazil) dan berpindah dari satu madzhab ke madzhab lain dengan tiga syarat: Pertama, tidak boleh menggabungkan antara pendapat-pendapat tersebut dengan cara yang bertentangan dengan ijma'.

Kedua, harus meyakini keutamaan ulama yang ia taqlidi dengan sampai kepadanya berita-berita yang sahih, serta tidak bertaklid secara membabi buta. Ketiga, tidak boleh mengikuti keringanan-keringanan dari berbagai madzhab."[6]

Pendapat kedua ini yang cenderung dipilih oleh mayoritas ulama termasuk yang dirajihkan oleh al imam Nawawi rahimahullah.[7]

Namun juga harus diingat, meskipun mengikuti satu madzhab itu bukan perkara yang diwajibkan, akan tetapi taqlid kepada pendapat madzhab adalah perkara yang lebih baik dibandingkan taqlid kepada selainnya. Berkata Syaikh Hammad bin Nashir al Hanbali rahimahullah :

تقليد ‌المذاهب ‌الأربعة ‌أولى ‌من ‌غيرها، ولا يجب

“Taqlid terhadap madzhab yang empat itu lebih utama dari mengikuti pendapat selain empat madzhab, namun tidak sampai wajib.”[8]

Dan tentang masalah ini kami telah membahasnya di bab tersendiri. Wallahu a’lam.

𝗞𝗲𝘀𝗶𝗺𝗽𝘂𝗹𝗮𝗻

Tidak wajib taqlid hanya kepada satu madzhab menurut jumhur ulama, terlebih jika itu membuat berat dalam mengamalkan agama. Namun dalam banyak keadaan, tentu mengikuti dan mengamalkan satu madzhab adalah sebuah kemudahan dan itu yang lebih utama untuk dilakukan.

Wallahu a'lam

_______________

[1] Raudhah ath Thalibin (11/117)

[2] Irsyad al Fukhul hlm. 272

[3] Majmu’ Syarh al Muhadzdzab (1/55)

[4] Hasyiah al Bujairami ala al Khatib (1/58)

[5] Al Fatawa al Fiqhiyah al Kubra (2/212)

[6] Adz Dzakhirah (1/140)

[7] Al Mausu’ah al Fiqhiyah al Kuwaitiyah (13/164)

[8] Hukmu at Taqlid hlm. 82

 

Ahmad Syahrin Thoriq

Al imam al Qarafi rahimahullah dalam adz Dzakhirah (1/140) berkata :

يجوز ‌تقليد ‌المذاهب في النوازل والانتقال من مذهب الى مذهب بثلاثة شروط ألا يجمع بينها على وجه يخالف الإجماع ...وأن يعتقد فيمن يقلده الفضل بوصول أخباره إليه ولا يقلده رميا في عماية وألا يتتبع رخص المذاهب

"Diperbolehkan bertaklid kepada madzhab dalam masalah-masalah baru (nawazil) dan berpindah dari satu madzhab ke madzhab lain dengan tiga syarat: Pertama, tidak boleh menggabungkan antara pendapat-pendapat tersebut dengan cara yang bertentangan dengan ijma'. Kedua, harus meyakini keutamaan ulama yang ia taklidi dengan sampai kepadanya berita-berita yang sahih, serta tidak bertaklid secara membabi buta. Ketiga, tidak boleh mengikuti keringanan-keringanan dari berbagai madzhab."

 

 

Hai Kaal

Izin bertanya ustadz, bukannya mencari yang mudah itu gapapa ya? Soalnya saya nemu hadits ini

“Sesungguhnya agama itu mudah. Dan selamanya agama tidak akan memberatkan seseorang melainkan memudahkannya. Karena itu, luruskanlah, dekatilah, dan berilah kabar gembira! Minta tolonglah kalian di waktu pagi-pagi sekali, siang hari di kala waktu istirahat dan di awal malam,” (HR. al-Bukhari [39] dan Muslim [2816]).

Mohon dijawab ustadz 🙏

 

Pembuat

Ahmad Syahrin Thoriq

Iya, namun harus dibedakan mencari yang mudah dengan sengaja mencari-cari yang mudah. Dalam bahasa fiqihnya tatabu' rukhash.

Mencari kemudahan boleh, tapi sengaja mencari² yang mudah ada unsur sengaja mencari perkara yang ringan dalam banyak perkara.

Tentang masalah "tatabu' rukhash" sudah pernah kami bahas...

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar