Sabtu, 19 Oktober 2024

𝗣𝗘𝗡𝗧𝗜𝗡𝗚𝗡𝗬𝗔 𝗠𝗘𝗡𝗚𝗘𝗧𝗔𝗛𝗨𝗜 𝗙𝗜𝗤𝗜𝗛 𝗣𝗘𝗥𝗕𝗘𝗗𝗔𝗔𝗡

 


𝗣𝗘𝗡𝗧𝗜𝗡𝗚𝗡𝗬𝗔 𝗠𝗘𝗡𝗚𝗘𝗧𝗔𝗛𝗨𝗜 𝗙𝗜𝗤𝗜𝗛 𝗣𝗘𝗥𝗕𝗘𝗗𝗔𝗔𝗡

Oleh : Ahmad Syahrin Thoriq

إِذَا َاجْتَهَدَ الْحَاكِمُ فَأَصَابَ فَلَهُ أَجْرَانِ وَإِذَا اجْتَهَدَ ثُمَّ أَخْطَأَ فَلَهُ أَجْرٌ

“Jika seorang ulama berijtihad lalu benar, maka ia berhak mendapat dua pahala, namun jika ia berijtihad lalu salah, maka ia mendapat satu pahala.” (HR. Bukhari)

Al Imam Qatadah rahimahullah berkata :

من لم يعرف الاختلاف لم يشم رائحة الفقه بأنفه

“Orang yang tidak mengetahui perbedaan pendapat ulama, maka hidungnya belum mencium baunya fiqih.”[1]

Imam Sa'id bin Abu 'Arubah rahimahullah Berkata :

من لم يسمع الاختلاف فلا تعدوه عالما

"Orang yang belum biasa mendengarkan perbedaan ulama, maka jangan kalian anggap ia orang alim.”[2]

Al imam Hisyam bin Ubaidillah Ar Razi rahimahullah berkata :

من ‌لم ‌يعرف ‌اختلاف ‌القراء، ‌فليس ‌بقارىء، ‌ومن ‌لم ‌يعرف ‌اختلاف ‌الفقهاء، ‌فليس ‌بفقيه

"Orang yang belum tahu perbedaan antara ulama' ahli al Qur'an, maka belum dianggap sebagai qari (ahli bacaan al qur'an), begitu juga orang yang belum mengetahui perbedaan diantara para fuqaha' tidak dikatakan sebagai seorang ahli fiqih.”[3]

Al Imam Atha’ bin Abi rabbah rahimahullah berkata :

لا ينبغي لأحد أن يفتي الناس حتى يكون عالماً باختلاف الناس، فإنه إن لم يكن كذلك، ردّ من العلم ما هو أوثق من الذي في يديه

"Tidak sepatutnya seseorang memberikan fatwa kepada orang lain sampai ia mengetahui perbedaan pendapat di antara manusia. Jika tidak demikian, bisa saja ia menolak dari ilmu apa yang lebih kuat daripada yang ada padanya."[4]

Al imam Sufyan bin Uyainah rahimahullah berkata :

‌أجسر ‌الناس ‌على ‌الفتيا ‌أقلهم ‌علما ‌باختلاف ‌العلماء

"Orang yang paling berani memberikan fatwa adalah orang yg paling sedikit pengetahuannya mengenai perbedaan pendapat ulama.”[5]

Al imam Malik rahimahullah berkata :

إنَّ اختلاف العلماء رحمة من الله تعالى على هذه الأمة، كلٌّ يتبع ما صحَّ عنده، وكلهم على الهدى، وكلٌّ يريد الله تعال.

"Sesungguhnya perbedaan pendapat di kalangan para ulama adalah rahmat dari Allah kepada umat ini. Masing-masing mengikuti apa yang dianggap benar menurutnya, dan semua berada di atas petunjuk, serta masing-masing ingin meraih keridhaan Allah."[6]

Beliau juga pernah ditanya :

‌سئل ‌مالك، ‌قيل ‌له: ‌لمن ‌تجوز ‌الفتوى قال لا تجوز الفتوى إلا لمن علم ما اختلف الناس فيه

"Siapakah orang yang berhak berfatwa ?' Beliau menjawab : "Memberikan fatwa hanya diperbolehkan bagi orang yang telah mengetahui perbedaan ulama' dalam suatu permasalahan.”[7]

Al imam Ayyub Asy Syikhtiyani rahimahullah berkata :

أجسر الناس على الفتيا أقلهم علمًا باختلاف العلماء، وأمسك الناس عن الفتيا أعلمهم باختلاف العلماء

"Orang yang paling berani dalam memberikan fatwa adalah orang yang paling sedikit ilmunya tentang perbedaan pendapat di kalangan ulama, sedangkan orang yang paling berhati-hati dalam memberikan fatwa adalah orang yang paling tahu tentang perbedaan pendapat di kalangan ulama."[8]

Beliau juga berkata :

لا ينبغي لمن لا يعرف الاختلاف أن يفتى، ولا يجوز لمن لا يعلم الأقوال أن يقول: هذا أحب إلي

"Tidak sepatutnya bagi seseorang yang tidak mengetahui perbedaan pendapat untuk memberikan fatwa, dan tidak boleh bagi seseorang yang tidak mengetahui berbagai pendapat untuk mengatakan: ini lebih saya sukai."[9]

Al imam Qabishah bin Uqbah rahimahullah berkata :

لا يفلح من لا يعرف اختلاف الناس

"Tidak akan beruntung orang yang tidak mengetahui perbedaan pendapat di antara manusia."[10]

Al imam Suyuthi rahimahullah berkata :

اعلم أن اختلاف المذاهب في الـملة نعمة كبيرة وفضيلة عظيمة، وله سر لطيف أدركه العالـمون وعمي عنه الجاهلون

“Ketahuilah, sesungguhnya perbedaan pandangan antar madzhab dalam agama adalah nikmat yang besar dan keutamaan yang agung. Di dalamnya terdapat rahasia yang halus, yang diketahui oleh orang-orang berilmu tapi biasanya tidak oleh orang - orang bodoh." [11]

Wallahu a’lam.

___________

[1] Jami’ Bayan Ilmuw a Fadhlihi (2/814)

[2] Jami’ Bayan Ilmuw a Fadhlihi (2/815)

[3] Nihayah al Mathlab hal. 201

[4] Nihayah al Mathlab hal. 201

[5] Al Muawafaqat (5/123)

[6] Hasyiah Ibnu Abidin (1/68)

[7] Jami’ Bayanul Ilmi wa Fadhlihi (2/817)

[8] Zuhud wa Ar Raqaid hal. 125

[9] Al Muafaqat (5/123)

[10] Tarikh bin Ma’in (4/217)

[11] Jazil al Mawahib hal. 20

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar