Selasa, 22 Oktober 2024

𝗧𝗘𝗡𝗧𝗔𝗡𝗚 𝗥𝗘𝗕𝗢 𝗪𝗘𝗞𝗔𝗦𝗔𝗡

 


𝗧𝗘𝗡𝗧𝗔𝗡𝗚 𝗥𝗘𝗕𝗢 𝗪𝗘𝗞𝗔𝗦𝗔𝗡

 

Izin kiyai saya ingin bertanya tentang Rebo wekasan.

 

Jawaban

 

Oleh : Ahmad Syahrin Thoriq

 

Rebo Wekasan adalah sebuah istilah yang dikenal luas di sebagian masyarakat Indonesia terkhususnya di daerah pulau Jawa. Secara harfiyah rebo wekasan artinya rabu terakhir, yakni istilah yang diberikan untuk hari Rabu terakhir dari bulan Safar setiap tahunnya.

 

Ada apa dengan hari Rabu tersebut ?

 

Diyakini bahwa pada hari yang dimaksud akan diturunkan banyak bala bencana ke bumi, sehingga kemudian sebagian orang mengamalkan beberapa amalan seperti shalat, dzikir dan berdoa agar dihindarkan dari bala yang sedang turun tersebut. Apakah keyakinan ini ada dasarnya ?

 

Jika kita melacaknya dalam hadits-hadits Nabi shalallahu’alaihi wassalam, dapat dipastikan tak satupun riwayat valid yang menyebutkan akan hal ini. Bahkan tidak ada satupun dari ulama klasik empat madzhab yang menyebutkan atau membahasnya.

 

Kami mendapatkan sumber informasi ini disebutkan dalam kitab belakangan seperti kitab Kanzun Najah halaman  49 karya Abdul Hamid bin Muhammad Ali Quds, ulama yang hidup di tahun 1800 an Masehi. ‘

 

Di dalam kitab tersebut dikatakan :

 

ذكر بعض العارفين من اهل الكشف والتمكين انه ينزل في كل سنة ثلاثمائة الف بلية وعشرين الفا من البليات وكل ذلك في يوم الاربعاء الاخير من صفر فيكون ذلك اليوم اصعب ايام السنة.

 

“Di antara para ulama ahli hikmah dan ahli kasyaf berkata sesungguhnya Allah subhanahu wa ta’ala menurunkan 320.000 bala dan malapetaka ( musibah) di hari Rabu terakhir pada bulan Shafar. Hari tersebut akan menjadi hari yang berat dalam setahun.”

 

Dalam kitab tersebut kemudian menerangkan amalan untuk mengerjakan shalat agar terhindar dari bala dengan mengerjakan shalat 4 raka’at dan membaca surah al Kautsar sebanyak 17 kali dan al Ikhlas 5 kali.

 

Namun apa yang dinyatakan dalam kitab ini tidak disebutkan dalam satu pun kitab mu’tabarah dari madzhab fiqih mana pun.

 

Karena hal inilah kemudian umumnya ulama mengatakan bahwa meyakini hari Rabu dari akhir bulan Shafar sebagai hari yang “sial” adalah tidak memiliki dasar yang kuat dalam agama. Dan juga tidak ada amalan khusus yang dikerjakan di hari tersebut.

 

Bahkan ini dipandang sebagai salah satu keyakinan Jahiliyah karena menganggap bulan Shafar sebagai salah satu bulan yang buruk dalam setahun sebagaimana yang disebutkan dalam hadits-hadits Nabawi yang diantaranya berbunyi :

 

لاَ عَدْوَى وَلاَ طِيَرَةَ وَلاَ هَامَةَ وَلاَ صَفَرَ

 

“Tidak ada penularan penyakit (dengan sendirinya), tidak ada tiyarah (kesialan karena apa yang dilihat atau didengar), tidak ada burung yang menunjukkan kematian, dan tidak ada kesialan di bulan Shafar.” (HR. Bukhari dan Muslim)

 

Al imam Ibnu Rajab al Hanbali rahimahullah berkata : "Banyak orang awam yang meyakini datangnya sial pada bulan Shafar, dan terkadang sampai melarang bepergian pada bulan itu. Meyakini datangnya sial pada bulan Shafar termasuk jenis Tathayur yang dilarang.”[1]

 

Demikian ini bertentangan dengan dalil tidak adanya hari buruk dalam Islam. Disebutkan dalam sebuah hadits :

 

 يُؤْذِينِي ابنُ آدَمَ يَسُبُّ الدَّهْرَ وأنا الدَّهْرُ، بيَدِي الأمْرُ أُقَلِّبُ اللَّيْلَ والنَّهارَ

 

“Anak Adam telah menyakiti-Ku, ia mencela waktu, dan Aku adalah yang menciptakan waktu itu, di tangan-Ku semua urusan, Aku membolak-balikkan malam dan siang." (HR. Bukhari Muslim)

 

Dan justru mempercayai sesuatu akan membawa sial atau keburukan akan menyebabkan orang tersebut akan terkena keburukan yang ia takutkan. Karena setan akan semakin leluasa untuk menggoda dan mencelakainya.

 

Berkata al imam Munawi rahimahullah :

 

ومن تطير حاقت به نحوسته، ومن أيقن بأنه لا يضر ولا ينفع إلا الله لم يؤثر فيه شيء من ذلك

 

"Siapa yang meyakini adanya tanda-tanda kesialan (tathayur), maka kesialan akan mengepungnya. Namun siapa yang meyakini bahwa tak ada yang dapat memberi kecelakaan atau manfaat kecuali Allah, maka semua hal itu tak berpengaruh baginya.” [2]

 

Sedangkan sebagian pihak ada yang membolehkan shalat sunnah mutlak atau membaca doa tolak bala karena ini tersebut amalan umum yang tidak terikat waktu, tempat dan kondisi tertentu.

 

Hal ini misalnya seperti yang ditetapkan dalam keputusan musyawarah NU Jawa Tengah tahun 1978 di Magelang yang menegaskan bahwa shalat khusus Rebo wekasan hukumnya haram, kecuali jika diniati shalat sunnah mutlaqah atau niat shalat hajat.

 

Juga dalam muktamar ke 25 NU di Surabaya yang dilaksanakan pada tanggal 20-25 Desember 1971 M menetapkan larangan shalat yang tidak ada dasar hukumnya ini, kecuali bila diniati shalat mutlak.

 

Wallahu a’lam.

____

1. Lathaif al Ma’arif, hal. 148

2. Kasyul Qina (1/20)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar