Senin, 14 Oktober 2024

𝗞𝗘𝗧𝗜𝗞𝗔 𝗡𝗔𝗦𝗘𝗛𝗔𝗧 𝗛𝗔𝗥𝗨𝗦 𝗧𝗘𝗥𝗕𝗨𝗞𝗔

 

 


Ahmad Syahrin Thoriq

𝗞𝗘𝗧𝗜𝗞𝗔 𝗡𝗔𝗦𝗘𝗛𝗔𝗧 𝗛𝗔𝗥𝗨𝗦 𝗧𝗘𝗥𝗕𝗨𝗞𝗔

Oleh : Ahmad Syahrin Thoriq

Memberikan nasehat atau pun kritik kepada penguasa secara terbuka dibolehkan oleh para ulama bila memang keadaan sudah mengharuskan yang demikian sebagaimana yang telah diterangkan di bab sebelumnya. Dan di bab ini kita akan membahas fatwa dan juga praktik langsung dari para ulama tentang bagaimana menasehati para penguasa secara terbuka.

𝗔. 𝗣𝗲𝗻𝗷𝗲𝗹𝗮𝘀𝗮𝗻 𝗨𝗹𝗮𝗺𝗮 𝘁𝗲𝗻𝘁𝗮𝗻𝗴 𝗞𝗲𝗯𝗼𝗹𝗲𝗵𝗮𝗻𝗻𝘆𝗮

Para ulama telah menjelaskan kebolehan memberikan nasihat secara terbuka kepada penguasa dalam situasi tertentu, terutama ketika kemungkaran yang dilakukan oleh penguasa sudah nyata dan membawa dampak yang luas bagi masyarakat. Berikut diantara pernyataan ulama dalam masalah ini :

Al imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah berkata :

لا ‌يتعرض ‌بالسلطان، ‌فإن ‌سيفه ‌مسلول، ‌وعصاه.فأما ما جرى للسلف من التعرض لأمرائهم فإنهم كانوا يهابون العلماء، فإذا انبسطوا عليهم احتملوهم في الأغلب

"Janganlah ada yang berani berhadapan dengan penguasa, karena pedangnya sudah terhunus dan tongkatnya siap digunakan. Adapun apa yang terjadi pada masa salaf ketika mereka menentang pemimpin mereka, itu karena para pemimpin menghormati para ulama. Maka, ketika para ulama bersikap keras terhadap mereka, para pemimpin biasanya bersabar dan tunduk terhadap mereka."[1]

Al imam Nawawi rahimahullah berkata :

فإن لم يمكن الوعظ سرا والإنكار فليفعله علانية لئلا يضيع أصل

“Tapi jika nasehat dan kritik tidak bisa disampaikan kepada mereka dengan cara itu, maka sampaikanlah dengan terang-terangan agar kebenaran tidak tersia-siakan".[2]

Mulla Ali al Qari rahimahullah berkata :

‌إذا ‌أمكن ‌فإن ‌لم ‌يمكن ‌الوعظ ‌سرا ‌فليجعله ‌علانية ‌لئلا ‌يضيع ‌الحق لما روى طارق بن شهاب قال قال رسول الله - صلى الله عليه وسلم أفضل الجهاد كلمة حق عند سلطان جائر

"Semua ini jika memungkinkan. Jika tidak memungkinkan untuk menasihati secara rahasia, maka lakukanlah secara terbuka agar kebenaran tidak hilang, sebagaimana diriwayatkan dari Thariq bin Syihab bahwa Rasulullah bersabda: 'Jihad yang paling utama adalah menyampaikan kebenaran kepada penguasa yang dzalim.”[3]

Beliau rahimahullah juga berkata :

الواجبُ على من رأى منكرًا من ذى سلطان أن ينكره علانيةً وكيف أمكنه… أن الواجب على كل من رأى منكرًا أن ينكره إذا لم يخف على نفسه عقوبة لا قبل له بها

"Menjadi kewajiban bagi orang yang melihat kemungkaran dari penguasa untuk mengingkarinya secara terbuka dan dengan cara apapun yang memungkinkan. ..Bahwa menjadi kewajiban bagi setiap orang yang melihat kemungkaran untuk mengingkarinya jika ia tidak takut terhadap hukuman yang tidak mampu ia tanggung."[4]

Al imam Ibnu Mulqin asy Syafi’i rahimahullah berkata :

الواجب على من رأى منكرًا من ذي ‌سلطان أن ‌ينكره ‌علانية، وكيف أمكنه روي ذلك عن عمر وأبي، واحتجوا بقوله من رأى منكم منكرًا فليغيره بيده وبقوله إذا هابت أمتي أن يقولوا للظالم: يا ظالم فقد تودع منهم

"Wajib atas orang yang melihat kemungkaran dari penguasa untuk mengingkarinya secara terbuka dan dengan cara apapun yang memungkinkan. Hal ini didasarkan kepada riwayat dari Umar dan Ubay, dan mereka berdalil dengan sabda Nabi ﷺ: 'Barang siapa di antara kalian melihat kemungkaran, maka hendaklah ia mengubahnya dengan tangannya.' Dan dengan sabdanya ﷺ: 'Apabila umatku takut untuk mengatakan kepada orang dzalim, ‘Wahai zalim’, maka mereka jatuh dalam kehinaan.”[5]

Al imam Ibnu Jauzi rahimahullah :

من الأمر بالمعروف والنهي عن المنكر مع السلاطين التعريف والوعظ، فأما تخشين القول نحو يا ظالم يا من لا يخاف الله، فإن كان ذلك يحرك فتنة يتعدى شرها إلى الغير لم يجز، ‌وإن ‌لم ‌يخف ‌إلا ‌على ‌نفسه ‌فهو ‌جائز عند جمهور العلماء

"Di antara bentuk amar ma'ruf nahi munkar terhadap para penguasa adalah memberikan penjelasan dan nasihat. Adapun mengeraskan ucapan, seperti mengatakan, 'Wahai zalim, wahai orang yang tidak takut kepada Allah,' jika hal itu dapat menimbulkan fitnah yang bahayanya meluas kepada orang lain, maka hal tersebut tidak diperbolehkan. Namun, jika yang dikhawatirkan hanya terhadap dirinya sendiri, maka hal tersebut diperbolehkan menurut mayoritas ulama."[6]

𝗕. 𝗞𝗮𝘀𝘂𝘀 𝗱𝗮𝗹𝗮𝗺 𝘀𝗲𝗷𝗮𝗿𝗮𝗵 𝗜𝘀𝗹𝗮𝗺

Bersambung… (Insyaallah segera terbit buku kami : KETIKA NASEHAT HARUS TERBUKA : HAK UMAT ATAS PENGUASA )

________

[1] Ghada’ al Albab fi Syarh Mandzumah al Adab (1/231)

[2] Syarh Nawawi ‘ala Muslim (18/118)

[3] Umdaqtul Qari (15/166)

[4] Umdatul Qari (10/51)

[5] At Taudhih (32/368)

[6] Al Adab Asy Syar’iyyah (1/176)

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar