Selasa, 22 Oktober 2024

𝗝𝗔𝗡𝗚𝗔𝗡 𝗠𝗘𝗠𝗨𝗟𝗔𝗜 𝗞𝗔𝗟𝗔𝗨 𝗧𝗜𝗗𝗔𝗞 𝗠𝗔𝗨 𝗗𝗜𝗔𝗞𝗛𝗜𝗥𝗜

 


𝗝𝗔𝗡𝗚𝗔𝗡 𝗠𝗘𝗠𝗨𝗟𝗔𝗜 𝗞𝗔𝗟𝗔𝗨 𝗧𝗜𝗗𝗔𝗞 𝗠𝗔𝗨 𝗗𝗜𝗔𝗞𝗛𝗜𝗥𝗜

 

Oleh : Ahmad Syahrin Thoriq

 

Begitu ada yang membela ulama, akan dituduh telah ghuluw dan fanatik buta. Katanya ulama sehebat apapun itu tidaklah ma'shum, jangan disucikan dari kesalahan.

 

Benar, siapapun pasti tahu hanya para nabi dan rasul yang terjaga dari setiap dosa, tapi bukan berarti dengan alasan itu seenaknya kita memvonis ulama ini salah, ulama itu tergelincir dan bahkan tidak boleh ilmunya diambil.

 

Karena salah menurut kita, belum tentu salah menurut fakta dan data yang sebenarnya. Maka biasakan untuk mau terbuka menerima penjelasan dari sisi yang berbeda, bukan yang hanya versi dari ustadz dan kelompoknya saja.

 

Ini bagaimana bisa adil jika tidak mau berimbang dalam menerima informasi ? Kalau ada ustadz yang dianggap bukan dari golongannya menyampaikan ilmu langsung ditinggal pergi, kalau ada penjelasan yang dicap bukan dari kelompoknya langsung diskip, semua dengan dalih dan kilah : Hati itu lemah sedangkan syubhat menyambar-nyambar.

 

Padahal kita lah yang sering memulai dengan menyenggol, menyerang dan menuduh pihak lain. Begitu dibalas dengan sanggahan tak mau serius merespon dan tidak sudi menggubris.

 

Namanya manusia kalau dibegitukan ya lama-lama jengkel juga, nanti kalau ada yang sampai bertindak berlebihan, langsung playing victim merasa telah menjadi korban. Kan nggak asik, hobinya bikin ribut, begitu kesenggol dikit langsung ngamuk, dasar mental kerupuk.

 

Padahal kalau tidak mau dibalas dipukul orang, ya jangan memulai memukul siapapun. Ingatlah kata pepatah :

 

اذا كان بيتك من زجاج فلا ترمي الآخرين بالحجارة

 

"Jika rumahmu terbuat dari kaca maka janganlah melemparkan batu ke rumah orang lain."

 

Ini mukul ngakunya sih nggak, tapi kerjanya nyepak, ngejambak, nubruk dan main seruduk.

 

Dan urusan membela ulama bukan berarti fanatik buta atau ghuluw terhadap mereka, itu jelas kotak yang berbeda.

 

Karena dalam dunia ilmu, kita sangat terbiasa membaca bahwa antar ulama itu mereka saling kritik, perang data dan melempar antitesa. Lalu kita setuju dengan yang satu dan meninggalkan pendapat ulama yang lain.

 

Kaitannya dengan imam al Ghazali yang sedang kami bela dari tuduhan bahwa beliau tidak paham ilmu hadits, saya tidak selalu setuju dengan fatwa atau pendapat beliau.

 

Misalnya terkait ajaran membasuh rambut dan kuku wanita haidh yang dipotong yang katanya harus disucikan, saya telah mengemukakan sanggahan ketidak tepatan pendapat tersebut dari ulama-ulama lainnya.

 

Tapi bukan berarti saya kemudian bisa mengatakan bahwa imam al Ghazali orang yang tergelincir dan mengajarkan kesesatan atau menyebut beliau dengan gelar-gelar yang buruk, hanya karena saya tidak sependapat dengan beliau di satu dua bab permasalahan.

 

Ingatlah wahai saudaraku, sikap merendahkan kedudukan para ulama adalah sebab dari sekian sebab utama kehinaan seseorang, bahkan kehancuran masyarakat dan kebinasaan suatu bangsa.

 

Semoga bermanfaat

__

 

NB : Mohon jangan ada yang baper ya, kan saya menggunakan diksi kita, bukan anda. Tapi jika ada yang ngamuk juga, saya bisa apa....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar