Selasa, 22 Oktober 2024

𝗬𝗔𝗡𝗚 𝗔𝗞𝗔𝗡 𝗦𝗘𝗚𝗘𝗥𝗔 𝗗𝗜𝗧𝗨𝗗𝗨𝗛 𝗪𝗔𝗛𝗔𝗕𝗜

 


𝗬𝗔𝗡𝗚 𝗔𝗞𝗔𝗡 𝗦𝗘𝗚𝗘𝗥𝗔 𝗗𝗜𝗧𝗨𝗗𝗨𝗛 𝗪𝗔𝗛𝗔𝗕𝗜

 

Oleh : Ahmad Syahrin Thoriq

 

Di antara cobaan yang pasti akan dihadapi ketika seseorang mencoba melakukan koreksi terhadap sesuatu yang diduga bisa mencemari kemurnian aqidah Islamiyah adalah tudingan sebagai pengikut kelompok Wahabiyah.

 

Padahal jelas bahwa tugas menjaga kemurnian aqidah itu tidak selayaknya dijadikan ciri khas kelompok tertentu saja, karena penyimpangan dalam agama sudah pasti akan ada di setiap madzhab dan kelompok Islam manapun.

 

Maka alangkah naifnya jika upaya-upaya untuk menjaga kemurnian aqidah Ahlussunnah wal Jama’ah selalu hendak dikerdilkan dengan dalih dan kilah tuduhan dan stigma buruk seperti itu. Akhirnya, madrasah aqidah yang kita anut pun menjadi lahan yang subur bagi tumbuhnya parasit pemahaman seperti liberal dan sufi ghulat yang sangat merusak ajaran Islam.

 

Dan kalau sudah demikian akan semakin menguatkan tuduhan pihak lain terhadap diri kita sendiri. Karena kita anti bersih-bersih, wajah kotor yang nampak itulah yang menjadi bahan ejekan dan cemoohan. Akhirnya kita pun disibukkan dengan membela sesuatu yang sebenarnya tidak perlu sama sekali untuk dibela.

 

Karena ajaran menyimpang yang cuma mendompleng Ahlusunnah wal Jama’ah itu memang tidak ada sangkut pautnya dengan ajaran yang telah kita terima turun temurun dari guru-guru kita.

 

Termasuk dalam masalah yang sedang hangat kita bicarakan saat ini, yakni sebuah konsep aqidah yang coba untuk dibangun belakangan  tentang Nur Muhammad shalallahu’alaihi wassalam. Ini dasar pijakannya apa ?

 

Sebuah bahasan yang tak kita temukan sama sekali dalam kitab aqidah kaum salaf maupun khalaf. Kalau dia hari ini hendak dikatakan sebagai cabang dari masalah keilmuan di bidang aqidah, pokok yang mana yang mendasari tumbuhnya cabang ini ?

 

Benar dalam aqidah itu ada bagian pokok dan furu’nya. Sebut contohnya masalah apakah Nabi shalallahu’alaihi wassalam itu melihat Allah atau tidak saat beliau dimi’rajkan, ini masalah furu’, tapi pokok dari furu’ tersebut jelas, yakni keimanan kepada peristiwa Isra’ wal Mi’raj.

 

 Artinya jika seseorang mengingkari peristiwa Isra’nya Nabi ia telah keluar dari pemahaman Ahlusunnah, tapi kalau ia hanya sekedar meyakini Nabi melihat Allah atau sebaliknya tidak melihat Allah dalam peristiwa tersebut, itu tidak membahayakan aqidahnya.

 

Maka masalah Nur Muhammad ini, jika ia murni hanya masalah wawasan yang dikatakan tak seharusnya di imani, ya letakkan masalah ini di kotak yang seharusnya ia berada. Jangan biarkan ia berubah menjadi kajian yang liar dan kian melebar hingga menyentuh ranah aqidah apalagi kemudian dicitrakan ini sebagai bagian dari bahasan aqidah tingkat tinggi yang hanya orang-orang dengan kemampuan khusus yang bisa mengaksesnya.

 

Padahal dalam kenyataannya, kajian seperti itu justru telah menyimpang jauh dari  sekedar harapannya untuk meluaskan wawasan. Karena memang bahasan seperti ini dibangun di atas kaidah yang sangat bias bahkan tidak jelas. Bercampur antar penafsiran yang multi tafsir, hadits yang sangat bermasalah dan bahkan inflintrasi ajaran dari luar.  Akhirnya ia pun  dieksploitasi oleh pihak-pihak yang justru ingin merusak sendi-sendi bangunan aqidah Islam demi untuk meraih keuntungan pribadi diri dan kelompoknya.

 

Upaya mencekal mereka pun menjadi semakin sulit, ketika kita yang tidak rela dengan penyimpangan mereka justru dituduh sebagai orang kagetan, sengaja bikin ribut dan intoleran dalam masalah keluasan berfikir yang diagungkan dalam Islam.

 

Keprihatinan kami ini sangat terwakili dengan apa yang dinyatakan oleh syaikh Abdullah bin Muhammad al Habasyi berikut ini, meski diksi yang digunakan mungkin agak sedikit menohok sebagian pihak, tapi yang hendak kami ambil adalah esensi pesannya, yakni ketika beliau menutup risalah bahasannya dalam kitabnya yang dengan terang dan tegas membantah konsep Nur Muhammad ini, beliau berkata :

 

إن التشبث بهذا الحديث يقوّي الوهابية على الطعن في أهل السنة وتسفيههم وهم السفهاءُ، فلا خير في التمادي على قول يزيد أولئك الوهابية طعنًا في أهل السنة وتشنيعًا مما ليس له أصل عند أهل السنة.

 

Sesungguhnya dengan terus menyebarluaskan hadits palsu tentang masalah Nur Muhammad inilah yang akan menguatkan kaum Wahabi dalam menuduh Ahlusunnah wal Jama’ah dengan menganggap kita sebagai orang-orang dungu, meski mereka lah yang sebenarnya dungu.

 

Sungguh tidak ada kebaikan dengan terus menerus membela sesuatu yang justu akan membuat mereka itu semakin leluasa menjelek-jelekkan Ahlusunnah. Padahal yang kita bela tidak memiliki landasan yang jelas dalam Aqidah Ahlussunnah.

 

فماذا يقول المنتسب إلى السنة أمام الوهابي إذا قال له الوهابي: من أين لكم أن تقولوا هذا وقد قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: "أوتيتُ مفاتيح كل شىء سوى الخمس

 

Apa yang hendak dikatakan  oleh seseorang yang mengaku Ahlussunnah di hadapan Wahabi kalau sampai mereka bertanya, “Apa dasar keyakinanmu  mengatakan Rasulullah mengetahui apa yang diketahui oleh Allah (ini salah satu konsep yang dianut oleh sebagian pihak dalam ajaran Nur Muhammad ini) ?

 

Padahal Rasulullah shalallahu’alaihi wassalam bersabda : “Aku diberi kunci segala sesuatu kecuali lima hal...”

 

فهذا نصٌ صريحٌ واضحٌ كالشمس في أن الرسول لا يعلم كل ما يعلم الله. ثم التمادي على دعوى القول بأن نور محمد أول خلق الله لا يزيد الكافرين إذا سمعوا ذلك إلا نفورًا من الإسلام واستبشاعًا له، فأيُّ فائدة للتعصب لهذا الحديث؟!

 

Maka hadits di atas adalah diantara nas yang jelas seperti terangnya matahari yang menyebutkan bahwa sesungguhnya Rasulullah shalallahu’alaihi wassalam tidak mengetahui segala hal yang diketahui oleh Allah ta’ala.

 

Kemudian dengan terus mempertahankan terhadap keyakinan bahwa Nur Muhammad adalah makhluk pertama yang diciptakan oleh Allah justru akan kian membuat orang-orang kafir kalau mendengar ajaran aneh seperti ini akan semakin lari dari Islam karena melihat betapa buruknya ajaran seperti ini. Lalu apa faidahnya kita begitu ngotot mempertahankan hadits ini ?

 

فهذا الحديث تَنْفِرُ الكفارُ عند سماعه من بعض المسلمين نفورًا زائدًا على نفورهم الأصلي من الإسلام، فلقد ذكر لي رجلٌ يدعى أبا علي ياسين من أهل الشام أنَّ نصرانيًّا قال له: كيف تقولون أنتم محمد ءاخر الأنبياء وتقولون إنه أول خلق الله؟ وذلك نشأ عنده لما كان يسمع من بعض المؤذنين قولهم عقب الأذان على المنائر: "يا أول خلق الله وخاتم رسل الله"، قال أبو علي ياسين: فلم أجد جوابًا.

 

Maka ajaran hadits Jabir ini jika didengar oleh orang kafir dari sebagian kaum muslimin, maka mereka yang memang sudah jauh akan semakin menjauh dari Islam. Dan sungguh telah menceritakan kepadaku seorang yang bernama Abu Yasin dari penduduk Syam bahwa ada orang Nasrani yang berkata : “Bagaimana kalian mengatakan bahwa Muhammad itu adalah akhir dari nabi sekaligus yang awal ?”

 

Hal ini terjadi karena ada seorang muadzin ketika selesai mengucapkan lafadz adzan mengatakan : “Wahai makhluknya Allah yang pertama dan penutupnya para utusan Allah.” Dan Abu Yasin mengatakan : “Aku tidak bisa menjawab ini.”[1]

 

Bersambung …

____

[1] Risalah fi Buthlan da’wa awaliyah Nur Muhamadiyah hal 58

Tidak ada komentar:

Posting Komentar