Selasa, 22 Oktober 2024

𝗙𝗜𝗥𝗤𝗔𝗛 𝗦𝗘𝗦𝗔𝗧 𝗠𝗨𝗥𝗝𝗜𝗔𝗛

 


𝗙𝗜𝗥𝗤𝗔𝗛 𝗦𝗘𝗦𝗔𝗧 𝗠𝗨𝗥𝗝𝗜𝗔𝗛

 

Oleh : Ahmad Syahrin Thoriq

 

Kelompok Murjiah (المرجئة) adalah salah satu firqah menyimpang yang ada di tubuh umat Islam. Kemunculan pemikiran Murji’ah ini telah menyebabkan begitu banyak hukum dan aturan Islam ditelantarkan, para penguasa dan pelaku kedzaliman kian leluasa untuk berbuat semena-mena, dan sebaliknya hak-hak umat khususnya dari kalangan orang-orang lemah terdzalimi.

 

Siapa mereka ini ? Bagaimana sejarah dan sepak terjangnya ? Dan apa bahaya aliran yang satu ini ? Insyaallah semua akan kita bahas di tulisan kali ini.

 

𝗣𝗲𝗻𝗴𝗲𝗿𝘁𝗶𝗮𝗻 𝗜𝗿𝗷𝗮 𝗱𝗮𝗻 𝗠𝘂𝗿𝗷𝗶𝗮𝗵

 

Murjiah berasal dari kata Irja (إرجاء) . Yang mana al Irja` menurut bahasa memiliki dua arti, yaitu: Mengakhirkan dan memberikan harapan. Adapun al Irja` menurut istilah, adalah mengakhirkan amal dari nama iman.[1]

 

Al Irja adalah sebuah konsep pemikiran yang intinya bahwa iman itu hanyalah ucapan saja. Pelakunya disebut dengan murjiah karena memiliki pemahaman Irja yakni bahwa amal tidak masuk dalam iman, dan bahwasanya kemaksiatan tidak membahayakan iman seseorang, sebagaimana ketaatan juga tidak bermanfaat terhadap kekafiran seseorang.

 

Al imam Ibnu ‘Uyainah rahimahullah berkata tentang kelompok ini :

 

الإرجاء ‌على ‌وجهين: ‌قوم ‌أرجوا ‌أمر ‌علي ‌وعثمان، فقد مضى أولئك، فأما المرجئة اليوم فهم قوم يقولون: الإيمان قول بلا عمل

 

“Irja’ (pemahaman murjiah) itu ada dua bentuk. Yang pertama, mereka yang menangguhkan urusan ‘Ali dan ‘Utsman. Jenis pertama dari Murjiah ini  sudah tinggal sejarah. Kedua adalah Murjiah yang ada saat ini yaitu mereka yang menyatakan bahwa iman itu hanya perkataan tanpa perlu amal.”[2]

 

Al imam Ath Thabari berkata :

 

إن الإرجاء معناه ما بيناه قبل من تأخير الشيء…أن الأغلب من استعمال أهل المعرفة بمذاهب المختلفين في الديانات في دهرنا هذا الاسم فيمن كان من قوله: الإيمان قول بلا عمل، وفيمن كان مذهبه أن الشرائع ليست من الإيمان، وأن الإيمان إنما هو التصديق بالقول دون العمل المصدق بوجوبه

 

“Arti Irja adalah seperti apa yang telah dijelaskan sebelumnya, yakni menunda sesuatu…Dan umumnya para ulama yang menjelaskan tentang kelompok-kelompok menyimpang dalam agama saat ini memberikan pengertian bahwa Irja adalah sebutan bagi mereka yang punya keyakinan : Iman itu tidak perlu amal, dan juga bagi yang berpendapat bahwa menjalankan syariat juga bukan bagian dari keimanan. Dan bahwa iman itu hanyalah ucapan tanpa perlu dibenarkan dengan amalan.”[3]

 

𝗦𝗲𝗷𝗮𝗿𝗮𝗵 𝗸𝗲𝗺𝘂𝗻𝗰𝘂𝗹𝗮𝗻𝗻𝘆𝗮

 

Secara kesejarahan, kemunculan dari kelompok ini merupakan antitesa dari adanya kelompok takfir yang bernama Khawarij, hal ini bisa kita lihat dari ajarannya yang memang saling bertolak belakang dengan Khawarij.

 

Jika Khawarij dikenal luas dengan paham takfir atau mudah mengkafirkan, Murjiah sebaliknya, orang yang jelas-jelas melakukan perbuatan yang menjatuhkan kepada kekafiran tidak dikafirkan hanya karena dia masih bersyahadat.

 

Setelah pengangkatan sayidina Ali bin Abi Thalib menjadi khalifah pasca terbunuhnya sayidina Utsman bin Affan, terjadi pro dan kontra di tengah-tengah umat Islam kala itu. Yang berujung terjadinya bentrok antara sesama kaum muslim dengan puncak kemelut itu terjadi perperangan Shiffin antara kelompok Ali dengan Kelompok Mu’awiyah.

 

Dalam peperangan tersebut pasukan Mu’awiyah terdesak lalu mereka mengusulkan untuk melakukan Tahkim. Dalam Tahkim tersebut Mu’awiyah berhasil menerapkan siasat politiknya sehingga unggul secara diplomasi terhadap sayidina Ali.

 

 Akhirnya ini yang memicu kekecewaan berat sebagian pendukung khalifah Ali bin Abi Thalib. Mereka ini yang kemudian memilih memisahkan diri dari kelompok Ali yang kemudian hari dikenal dengan Khawarij.

 

Khawarij berpendapat bahwa kelompok umat Islam kala itu baik dari kubu Ali terlebih lagi Muawiyah mereka semua telah murtad. Paham ini kemudian mendapatkan sanggahan dari kaum muslimin tentunya.

 

Namun pada perjalanannya justru melahirkan pihak yang kontra berlebihan terhadap kelompok khawarij sehingga menganggap tidak boleh adanya pengkafiran sebesar apapun pelanggaran seseorang terhadap syariat.

 

Mereka ini menilai bahwa selagi seseorang masih menyatakan keislamannya tidak boleh untuk dihukumi kafir. Masalah mereka melakukan dosa sekalipun mengingkari syariat, semua diserahkan kepada Allah di pengadilan akhirat. Mereka inilah yang kemudian dikenal dengan istilah Murji’ah.[4]

 

Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah :

 

ثم ‌في ‌أواخر ‌عصر ‌الصحابة ‌حدثت ‌القدرية ‌في ‌آخر ‌عصر ‌ابن ‌عمر وابن عباس؛ وجابر وأمثالهم من الصحابة. وحدثت المرجئة قريبا من ذلك

 

"Di penghujung masa para shahabat muncul kelompok Qadariyah yakni di zaman Ibnu Umar, Ibnu Abbas Jabir dan generasi sezaman dari para shahabat. Adapun Murjiah kemunculannya juga berdekatan dengan masa itu.”[5]

 

𝗠𝘂𝗿𝗷𝗶𝗮𝗵 𝘁𝗲𝗿𝗯𝗮𝗴𝗶 𝗺𝗲𝗻𝗷𝗮𝗱𝗶 𝗯𝗲𝗯𝗲𝗿𝗮𝗽𝗮 𝘀𝗲𝗸𝘁𝗲

 

Imam Syahrasytani rahimahullah berkata :

 

والمرجئة أربعة أصناف: مرجئة الخوارج، ومرجئة القدرية، ومرجئة الجبرية. والمرجئة الخالصة

 

“Golongan Murji'ah terbagi menjadi empat, yakni Murjiah Khawarij, Murjiah Qadariyah, Murjiah Jabariyah, dan Murjiah Khalishah.”[6]

 

𝗖𝗶𝗿𝗶 𝘂𝗺𝘂𝗺 𝗸𝗲𝗹𝗼𝗺𝗽𝗼𝗸 𝗠𝘂𝗿𝗷𝗶𝗮𝗵

 

Diantara ciri yang paling menonjol dari kelompok ini adalah sikap mereka yang selalu membela para penguasa dzalim sejahat dan sebesar apapun kerusakan yang dilakukan. Selama masih muslim, maka wajib hukumnya untuk ditaati dan dipatuhi perintahnya.

 

Hal ini terjadi karena dalam pemahaman kelompok ini bahwa dosa-dosa besar penguasa dzalim tersebut tidaklah berpengaruh atas iman mereka dan tidak mencabut kewajiban taat rakyat atas mereka.

 

Lalu mereka akan memelintir dalil-dalil tentang kewajiban taat kepada Ulil Amri dan Umara tanpa menimbang dalil penyeimbangnya atas kewajiban menolak kedzaliman dan melawan kemunkaran.

 

Jika Khawarij mudah memberontak kepada penguasa, sebagai lawannya, Murjiah melarang memberontak sekufur apapun pemimpinnya asalkan masih berstatus sebagai muslim.

 

Jadi pembatal keislaman yang dilakukan oleh penguasa tidaklah dianggap sekufur apapun perilakunya. Bahkan dalam pandangan Murji’ah rakyat yang berani bersuara meski sekedar memprotes kebijakan penguasa, mereka vonis sebagai pemberontak yang halal darahnya.

 

Berkata al imam Fudhail bin Iyadh rahimahullah :

 

إن أهل الإرجاء يقولون: إن الإيمان قول بلا عمل ويقول الجهمية: ‌الإيمان ‌المعرفة ‌بلا ‌قول ‌لا وعمل، ويقول أهل السنة: الإيمان المعرفة والقول والعمل

 

“Sesungguhnya kelompok Murjiah berkata : “Iman itu cukup dengan ucapan tidak perlu dibuktikan dengan amal.” Kelompok Jahmiyah berkata : “Iman itu keyakinan tidak perlu ucapan dan perbuatan.” Sedangkan ahlussunnah berkata : “ Iman adalah dengan keyakinan, ucapan dan juga perbuatan.”[7]

 

Berkata al imam An Nadhr bin Syamil rahimahullah tentang kelompok Murjiah :

 

دين يوافق الملوك، يصيبون به من دنياهم، وينقصون به من دينهم

 

“Ini adalah cara beragama yang selalu mencocoki selera para penguasa, dengan sikap seperti itu mereka bisa mendapatkan bagian dunia meski dengan cara mengurangi agama mereka.”[8]

 

Imam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata :

 

المرجئة وأمثالهم ممن يسلك مسلك طاعة الأمراء مطلقاً وإن لم يكونوا أبراراً

 

 “Kelompok Murjiah dan semisalnya adalah mereka yang cara beragamanya mentaati penguasa secara mutlak walapun para penguasanya tidak ada kebaikannya.”[9]

 

Al imam Ruqbah bin Mushqalah rahimahullah berkata :

 

وأما المرجئة فعلى دين الملوك

 

“Adapun Murjiah adalah beragama dengan mengikuti selera penguasa.”[10]

 

 Karena sangat membabi butanya mereka ini dalam membela kepentingan para penguasa, sampai -sampai mereka jatuh kepada sikap tekstualis yang sangat ekstrim, seperti yang dilakukan oleh kelompok antitesisnya yakni Khawarij. Hal ini sebagaimana yang diungkapkan oleh sebagian ulama ketika mensifati kelompok Murjiah ini :

 

أنتم ‌بذا ‌مثل ‌الخوارج ‌إنهم  أخذوا الظواهر ما اهتدوا لمعان

 

“Kalian jika begitu sama saja dengan  khawarij, sesungguhnya mereka ini mengambil dalil hanya berdasarkan dzahirnya dan tidak mau mengambil petunjuk dari makna-makna yang terkandung dalam dalil.”[11]

 

𝗣𝗲𝗿𝗶𝗻𝗴𝗮𝘁𝗮𝗻 𝗽𝗮𝗿𝗮 𝘂𝗹𝗮𝗺𝗮 𝗮𝗸𝗮𝗻 𝗯𝗮𝗵𝗮𝘆𝗮 𝗠𝘂𝗿𝗷𝗶𝗮𝗵

 

Para imam kaum muslimin telah mengingatkan umat akan bahayanya pemikiran kelompok sesat Murjiah ini, diantaranya :

 

Diriwiyatkan dari Ibnu Abbas radhiyallahu’anhu secara marfu, beliau berkata :

 

‌صنفان ‌من ‌أمتى ‌ليس ‌لهما ‌في ‌الإسلام ‌نصيب، ‌القدرية ‌والمرجئة

 

“Dua kelompok dari umat ini yang tidak ada sangkut pautnya mereka dengan Islam : Qadariyah dan Murjiah.”[12]

 

Al imam Zuhri rahimahullah berkata :

 

ما ابتدعت في الإسلام بدعة أضر على الملة من هذه، يعن الإرجاء

“Tidak ada bid'ah dalam Islam dan yang lebih membahayakan agama ini  melebihi pemahaman Irja.”[13]

 

Al imam Sa’id bin Jubeir ketika ditanya tentang Murjiah maka beliau mengatakan :

 

مثلهم مثل الصابئين

 

“Permisalan mereka itu seperti para penyembah berhala.”[14]

 

Dalam riwayat lain beliau mengatakan bahwa kelompok Murjiah itu tak ubahnya seperti kaum Yahudi.[15]

 

Al imam Syarik rahimahullah berkata :

 

هم اخبث قوم و حسبك بالرافضة خبثا ولكن المرجئة يكذبون على الله تعالى

 

“Mereka adalah kaum yang paling buruk, cukuplah bagimu keburukan kelompok syiah rafidhah, tetapi Murjiah telah berdusta atas nama Allah Ta'ala.”[16]

 

Al imam Ibrahim An Nakha'i rahimahullah berkata :

 

للمرجئة أخوف عندي على أهل الإسلام من عدتهم من الأزارقة

 

“Sungguh bahaya Murjiah lebih aku takutkan atas umat Islam dari pada bahayanya kelompok Khawarij.”[17]

 

Yahya bin Abi Katsir rahimahullah berkata :

 

ليس من الأهواء شيء أخوف على هذه الأمة من الإرجاء

 

"Tidak ada dari hawa nafsu suatu yang lebih aku takuti pada umat ini dibandingkan pemahaman Irja.”[18]

 

Al imam Mashur bin al Mu’tamar rahimahullah berkata :

 

لا أقول كما قالت المرجئة الضالة المبتدعة

 

“Menurutku tidak ada yang lebih sesat dan ahli bid’ah seperti halnya Murjiah.”[19]

 

Wallahu a’lam.

___

 

[1] Milal wa Nihal hal. 139

[2] Tahdzib al Atsar (2/659)

[3] Taj al Urus (10/145)

[4] Tanbih wal Isyraf (1/197- 199)

[5] Majmu’ Fatawa (20/302)

[6] Milal Wa Nihal (1/139)

[7] Sunnah li Abdullah bin Ahmad (1/305)

[8] Bidayah wa NIhayah (14/221)

[9] Majmu’ Fatawa (28/508)

[10] Al Ibanah ash Shugra hal. 163

[11] Juhud al Ulama al Hanafiyah (1/538)

[12] Mizan al I’tidlal (2/180)

[13] Asy Syariah lil Ajuri (2/676)

[14] Jami’ li’ulum al imam Ahmad (3/264)

[15] Gurbatul Islam (1/431)

[16] As Sunnah (2/28)

[17] Jami’ li’ulum al imam Ahmad (3/259)

[18] Syarah Ushul I’tiqad Ahlussunnah (5/1064)

[19] Al Ibanah al Kubra (2/886)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar