Jumat, 14 Maret 2025

𝗛𝗨𝗞𝗨𝗠 𝗝𝗨𝗔𝗟 𝗕𝗘𝗟𝗜 𝗖𝗢𝗗

 


𝗛𝗨𝗞𝗨𝗠 𝗝𝗨𝗔𝗟 𝗕𝗘𝗟𝗜 𝗖𝗢𝗗

Ustadz, bagaimana hukum jual beli online dengan sistem COD?

𝗝𝗮𝘄𝗮𝗯𝗮𝗻

Oleh : Ahmad Syahrin Thoriq

Perkembangan zaman dan teknologi yang semakin maju membawa dampak besar pada berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam transaksi jual beli. Salah satu dampak nyata dari perkembangan teknologi adalah kemudahan dalam aktivitas jual beli, baik dari segi teknis maupun objek transaksi.

Di Indonesia, jual beli online terus berkembang setiap tahunnya dengan berbagai variasi model dan sistem pembayaran. Salah satu metode yang cukup populer adalah sistem pembayaran Cash on Delivery (COD).

Sistem COD menawarkan kemudahan bagi pembeli karena memungkinkan mereka membayar barang setelah diterima. Namun, belakangan ini muncul berbagai kasus yang berkaitan dengan sistem ini.

Tidak jarang pembeli menolak membayar karena merasa barang yang diterima tidak sesuai dengan harapan, lalu mengembalikannya kepada kurir. Bahkan, dalam beberapa kasus, pembeli menyalahkan kurir seolah-olah mereka yang bertanggung jawab atas barang yang dikirim, padahal kurir hanyalah perantara.

Melihat fenomena ini, bagaimana sebenarnya hukum COD dalam Islam? Dan bagaimana sistem COD yang sesuai dengan prinsip syariat?

𝗣𝗲𝗻𝗴𝗲𝗿𝘁𝗶𝗮𝗻 𝗝𝘂𝗮𝗹 𝗕𝗲𝗹𝗶 𝗱𝗮𝗻 𝗖𝗢𝗗 𝗱𝗮𝗹𝗮𝗺 𝗜𝘀𝗹𝗮𝗺

Secara umum, jual beli adalah akad tukar-menukar barang atau jasa dengan dasar suka sama suka. Adapun Cash on Delivery (COD) adalah sistem pembayaran di mana penjual dan pembeli bersepakat untuk melakukan pembayaran secara tunai ketika barang telah diterima. Dalam praktiknya, COD dilakukan dengan dua metode:

Pembeli dan penjual bertemu langsung di suatu tempat untuk melakukan transaksi.

Pembeli menerima barang melalui kurir, lalu membayar setelah barang sampai di tangannya.

Lantas, bagaimana hukum jual beli dengan metode COD menurut Islam?

𝗣𝗲𝗿𝗯𝗲𝗱𝗮𝗮𝗻 𝗣𝗲𝗻𝗱𝗮𝗽𝗮𝘁 𝗨𝗹𝗮𝗺𝗮 𝘁𝗲𝗻𝘁𝗮𝗻𝗴 𝗛𝘂𝗸𝘂𝗺 𝗖𝗢𝗗

Ulama berbeda pendapat mengenai hukum jual beli dengan sistem COD. Sebagian ulama menganggapnya halal, sementara sebagian lainnya menilainya haram karena tidak memenuhi syarat sah jual beli dalam Islam. Berikut penjelasan dari masing-masing pendapat:

𝗔. 𝗣𝗲𝗻𝗱𝗮𝗽𝗮𝘁 𝘆𝗮𝗻𝗴 𝗠𝗲𝗻𝗴𝗵𝗮𝗿𝗮𝗺𝗸𝗮𝗻

Sebagian ulama lain berpendapat bahwa transaksi jual beli dengan sistem COD hukumnya haram karena masuk dalam kategori jual beli utang dengan utang, yang dilarang dalam Islam. Mereka berdalil dengan hadits Nabi :

أن النبي صلى الله عليه وسلم نهى عن بيع الكالىء بالكالىء

"Rasulullah melarang jual beli utang dengan utang."[1]

Lafadz Al Kali’ ( الكالئ)secara bahasa artinya nasiah (tertunda) atau terhutang.[2]

Meski hadits larangan jual beli secara hutang dengan hutang ini dianggap lemah, mayoritas ulama menyatakan bahwa jual beli dengan cara tersebut adalah terlarang. Bahkan ada klaim ijma dalam hal ini sebagaimana yang dinyatakan oleh imam Ibnu Qudamah rahimahullah :

قال ابن المنذر: أجمع أهل العلم على أن بيع الدين بالدين لا يجوز. وقال أحمد : إنما هو إجماع

“Ibnul Mundzir mengatakan, ‘Ulama sepakat bahwa jual beli utang dengan utang tidak boleh. Imam Ahmad mengatakan, “Ulama sepakat dalam masalah ini.”[3]

Dan terang bahwa dalam sistem COD, akad jual beli terjadi tanpa adanya serah terima barang dan pembayaran secara langsung. Pembeli dan penjual berpisah tanpa adanya pembayaran dan serah terima barang di tempat akad, sehingga transaksi ini masuk dalam kategori jual beli utang dengan utang yang terlarang.

𝗕. 𝗣𝗲𝗻𝗱𝗮𝗽𝗮𝘁 𝘆𝗮𝗻𝗴 𝗠𝗲𝗻𝗴𝗵𝗮𝗹𝗮𝗹𝗸𝗮𝗻

Sebagian ulama berpendapat bahwa jual beli COD dibolehkan karena tidak bertentangan dengan prinsip muamalah yang diperbolehkan dalam Islam. Adapun hadits yang dijadikan dalil oleh kalangan yang mengharamkan dianggap tidak bisa menjadi hujjah karena statusnya lemah. Dalam Syarah Yaqud an Nafis disebutkan :

والطرق التجارية اليوم، التي تتم بين التجار ومندوبي الشركات، هل هي سلم؟ تجد التاجر يتفق مع مندوب الشركات على توريد سلعة معينة يتفقان عليها إما بالوصف أو بمشاهدة عينة نموذج منها. لكن لا يتم قبض القيمة في المجلس فعلى مذهب الشافعي لا يصح هذا العقد. لكن هناك أقوالا في المذهب الأخرى تحملهم. ومنهم مالك يقول: يجوز أن يتأخر قبضه يومين وثلاثة وأكثرما لم يكن ذلك شرطا.

"Cara perdagangan yang terjadi hari ini antara pedagang dan wakil perusahaan, apakah termasuk akad salam? Seorang pedagang bisa bersepakat dengan wakil perusahaan untuk mendatangkan komoditas tertentu yang disepakati, baik melalui sifat-sifat barang atau dengan melihat contoh serupa.

Namun, tidak ada serah terima harga di majelis akad. Dalam madzhab Syafi’i, akad ini tidak sah. Namun, ada pendapat lain dalam madzhab yang membolehkannya. Di antaranya, Imam Malik berpendapat bahwa pembayaran boleh tertunda hingga dua, tiga hari, atau lebih, selama tidak menjadi syarat dalam akad."[4]

Kalangan yang membolehkan ini selain menganggap larangan jual beli secara utang yang menjadi dasar pendapat pertama adalah lemah, juga pertimbangan selanjutnya adalah karena adanya kebutuhan Masyarakat yang mendesak diera modern ini. Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh Abu Bakar Syatha rahimahullah :

والأصح أنها بيع دين بدين جوز للحاجة

"Pendapat yang lebih kuat menyatakan bahwa akad ini termasuk jual beli utang dengan utang, namun dibolehkan karena kebutuhan manusia terhadap akad tersebut."[5]

Namun pilihan yang lebih selamat adalah sebaiknya melakukan transaksi dengan system COD cek dulu. Karena itu artinya transaksi jual belinya dilakukan setelah barang diterima, dan ini tidak dianggap sebagai jual beli hutang dengan hutang.

Wallahu a’lam.

_______

[1] Hadits Dhaif, lihat ‘Ilal Daruquthni (13/193). Imam Syaukani dalam kitabnya Nailul Authar (5/254)juga menukul perkataan imam Syafi’I : “Ahli hadis menilai lemah hadis ini.”

[2] An Nihayah (4/194)

[3] Al Mughni (4/186)

[4] Syarhul Yaqut an Nafis(2/35)

[5] I'anatut Thalibin (3/89)

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar