Kamis, 26 Desember 2024

𝗛𝗨𝗞𝗨𝗠 𝗠𝗘𝗡𝗚𝗨𝗖𝗔𝗣𝗞𝗔𝗡 𝗦𝗘𝗟𝗔𝗠𝗔𝗧 𝗡𝗔𝗧𝗔𝗟

 


𝗛𝗨𝗞𝗨𝗠 𝗠𝗘𝗡𝗚𝗨𝗖𝗔𝗣𝗞𝗔𝗡 𝗦𝗘𝗟𝗔𝗠𝗔𝗧 𝗡𝗔𝗧𝗔𝗟

 

Ustadz, sebenarnya bagaimanakah hukum mengucapkan selamat natal kepada teman/tetangga yang Nasrani ?

 

𝘑𝘢𝘸𝘢𝘣𝘢𝘯

 

Oleh : Ahmad Syahrin Thoriq

 

Permasalahan di saat hari raya agama lain, termasuk hari Natal sebenarnya secara umum terbagi menjadi dua : 1. Hukum turut serta merayakan 2. Hukum sekedar memberikan ucapan selamat (Tahniah).

 

Untuk permasalahan pertama, yaitu hukum turut serta merayakan syiar dan hari raya agama lain telah disepakati keharamannya oleh para ulama tanpa adanya perbedaan pendapat. Karena ini termasuk bentuk Tasyabbuh dan loyal terhadap kekafiran.[1]

 

Adapun tentang bertahniah, yakni mengucapkan selamat kepada agama lain yang sedang berhari raya, ulama berbeda pendapat. Mayoritas ulama 4 mazhab melarang, sedangkan sebagian ulama kontemporer membolehkan.

 

𝟭.  𝗞𝗮𝗹𝗮𝗻𝗴𝗮𝗻 𝗬𝗮𝗻𝗴 𝗠𝗲𝗹𝗮𝗿𝗮𝗻𝗴.

 

Mayoritas ulama empat mazhab mengharamkan mengucapkan selamat atau bertahniah kepada orang kafir yang sedang berhari raya, berikut sebagian penjelasan masing-masing mazhab :

 

𝗠𝗮𝘇𝗵𝗮𝗯 𝗛𝗮𝗻𝗮𝗳𝗶𝘆𝘆𝗮𝗵

 

Ibnu Najim dalam Al-Bahr Al-Raiq Syarah Kanz Al-Daqaiq, (8/555) :

 

قال أبو حفص الكبير رحمه الله : لو أن رجلا عبد الله تعالى خمسين سنة ثم جاء يوم النيروز وأهدى إلى بعض المشركين بيضة يريد تعظيم ذلك اليوم فقد كفر وحبط عمله وقال صاحب الجامع الأصغر إذا أهدى يوم النيروز إلى مسلم آخر ولم يرد به تعظيم اليوم ولكن على ما اعتاده بعض الناس لا يكفر ولكن ينبغي له أن لا يفعل ذلك في ذلك اليوم خاصة ويفعله قبله أو بعده لكي لا يكون تشبيها بأولئك القوم , وقد قال صلى الله عليه وسلم { من تشبه بقوم فهو منهم } وقال في الجامع الأصغر رجل اشترى يوم النيروز شيئا يشتريه الكفرة منه وهو لم يكن يشتريه قبل ذلك إن أراد به تعظيم ذلك اليوم كما تعظمه المشركون كفر , وإن أراد الأكل والشرب والتنعم لا يكفر

 

Hafs Al-Kabir berkata: Apabila seorang muslim yang menyembah Allah selama 50 tahun lalu datang pada Hari Niruz (tahun baru kaum Parsi dan Kurdi pra Islam - red) dan memberi hadiah telur pada sebagian orang musyrik dengan tujuan untuk mengagungkan hari itu, maka dia kafir dan terhapus amalnya. Berkata penulis kitab Al-Jamik Al-Asghar:

 

Apabila memberi hadiah kepada sesama muslim dan tidak bermaksud mengagungkan hari itu tetapi karena menjadi tradisi sebagian manusia maka tidak kafir akan tetapi sebaiknya tidak melakukan itu pada hari itu secara khusus dan melakukannya sebelum atau setelahnya supaya tidak menyerupai dengan kaum tersebut.

 

 Nabi ﷺ  bersabda: "Barangsiapa menyerupai suatu kaum maka ia bagian dari mereka." Penulis kitab al Jami' ash Shagir berkata: Seorang lelaki yang membeli sesuatu yang dibeli orang kafir pada hari Niruz dia tidak membelinya sebelum itu maka apabila ia melakukan itu ingin mengagungkan hari itu sebagaimana orang kafir maka ia kafir. Apabila berniat untuk makan minum dan bersenang-senang saja tidak kafir."

 

𝗠𝗮𝗱𝘇𝗮𝗯 𝗠𝗮𝗹𝗶𝗸𝗶𝘆𝘆𝗮𝗵.

 

 Ibnul Haj Al-Maliki dalam Al-Madkhal, (2/46-48) menyatakan:

 

ومن مختصر الواضحة سئل ابن القاسم عن الركوب في السفن التي يركب فيها النصارى لأعيادهم فكره ذلك مخافة نزول السخط عليهم لكفرهم الذي اجتمعوا له . قال وكره ابن القاسم للمسلم أن يهدي إلى النصراني في عيده مكافأة له . ورآه من تعظيم عيده وعونا له على مصلحة كفره . ألا ترى أنه لا يحل للمسلمين أن يبيعوا للنصارى شيئا من مصلحة عيدهم لا لحما ولا إداما ولا ثوبا ولا يعارون دابة ولا يعانون على شيء من دينهم ; لأن ذلك من التعظيم لشركهم وعونهم على كفرهم وينبغي للسلاطين أن ينهوا المسلمين عن ذلك , وهو قول مالك وغيره لم أعلم أحدا اختلف في ذلك

 

"Ibnu Qasim ditanya soal menaiki perahu yang dinaiki kaum Nasrani pada hari raya mereka. Ibnu Qasim tidak menyukai (memakruhkan) hal itu karena takut turunnya kebencian pada mereka karena mereka berkumpul karena kekufuran mereka. Ibnu Qasim juga tidak menyukai seorang muslim memberi hadiah pada Nasrani pada hari rayanya sebagai hadiah. Ia melihat hal itu termasuk mengagungkan hari rayanya dan menolong kemaslahatan kufurnya.

 

Tidakkah engkau tahu bahwa tidak halal bagi muslim membelikan sesuatu untuk kaum Nasrani untuk kemaslahatan hari raya mereka baik berupa daging, baju; tidak meminjamkan kendaraan dan tidak menolong apapun dari agama mereka karena hal itu termasuk mengagungkan kesyirikan mereka dan menolong kekafiran mereka. Dan hendaknya penguasa melarang umat Islam melakukan hal itu. Ini pendapat Malik dan lainnya. Saya tidak tahu pendapat yang berbeda."

 

𝗠𝗮𝘇𝗵𝗮𝗯 𝗦𝘆𝗮𝗳𝗶𝗶𝘆𝘆𝗮𝗵.

 

Ibnu Hajar Al-Haitami dalam Al-Fatawa Al-Fiqhiyah (4/238-239), menyatakan:

 

ثم رأيت بعض أئمتنا المتأخرين ذكر ما يوافق ما ذكرته فقال : ومن أقبح البدع موافقة المسلمين النصارى في أعيادهم بالتشبه بأكلهم والهدية لهم وقبول هديتهم فيه وأكثر الناس اعتناء بذلك المصريون وقد قال صلى الله عليه وسلم { من تشبه بقوم فهو منهم } بل قال ابن الحاج لا يحل لمسلم أن يبيع نصرانيا شيئا من مصلحة عيده لا لحما ولا أدما ولا ثوبا ولا يعارون شيئا ولو دابة إذ هو معاونة لهم على كفرهم وعلى ولاة الأمر منع المسلمين من ذلك ومنها اهتمامهم في النيروز... ويجب منعهم من التظاهر بأعيادهم

 

Aku melihat sebagian ulama muta'akhirin menuturkan pendapat yang sama denganku, lalu ia berkata: Termasuk dari bid'ah terburuk adalah persetujuan muslim pada Nasrani pada hari raya mereka dengan menyerupai dengan makanan dan hadiah dan menerima hadiah pada hari itu. Kebanyakan orang yang melakukan itu adalah kalangan orang Mesir.

 

Nabi ﷺ bersabda "Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum maka ia bagian dari mereka". Ibnu al Haj berkata: Tidak halal bagi muslim menjual sesuatu pada orang Nasrani untuk kemasalahan hari rayanya baik berupa daging, kulit atau baju.

 

Hendaknya tidak meminjamkan sesuatu walupun berupa kendaraan karena itu menolong kekufuran mereka. Dan bagi pemerintah hendaknya mencegah umat Islam atas hal itu. Salah satunya adalah perayaan Niruz (Hari Baru)... dan wajib melarang umat Islam menampakkan diri pada hari raya non-muslim.

 

 Damiri dalam al Najm al Wahhaj fi Syarh al Minhaj, (9/244), dan Khatib Syarbini dalam Mughnil Muhtaj ila Makrifati Ma'ani Alfadzil Minhaj, ( 4/191) menyatakan:

 

تتمة : يُعزّر من وافق الكفار في أعيادهم ، ومن يمسك الحية ، ومن يدخل النار ، ومن قال لذمي : يا حاج ، ومَـنْ هَـنّـأه بِـعِـيـدٍ ، ومن سمى زائر قبور الصالحين حاجاً ، والساعي بالنميمة لكثرة إفسادها بين الناس ، قال يحيى بن أبي كثير : يفسد النمام في ساعة ما لا يفسده الساحر في سنة

 

 Dihukum orang yang sepakat dengan orang kafir pada hari raya mereka, orang yang memegang ular, yang masuk api, orang yang berkata pada kafir dzimmi "Hai Haji", orang yang mengucapkan selamat pada hari raya (agama lain).

 

Demikian juga orang yang menyebut peziarah kubur orang saleh dengan sebutan haji, dan pelaku adu domba karena banyaknya menimbulkan kerusakan antara manusia. Berkata Yahya bin Abu Katsir: Pengadu domba dalam satu jam dapat membuat kerusakan yang baru bisa dilakukan tukang sihir dalam setahun.

 

𝗠𝗮𝘇𝗵𝗮𝗯 𝗛𝗮𝗻𝗮𝗯𝗶𝗹𝗮𝗵

 

Al imam Buhuti dalam Kasyful Qina' (3/131)  menyatakan:

 

 ويحرم تهنئتهم وتعزيتهم وعيادتهم  ; لأنه تعظيم لهم أشبه السلام .( وعنه تجوز العيادة ) أي : عيادة الذمي ( إن رجي إسلامه فيعرضه عليه واختاره الشيخ وغيره ) لما روى أنس  أن النبي صلى الله عليه وسلم عاد يهوديا , وعرض عليه الإسلام فأسلم فخرج وهو يقول : الحمد لله الذي أنقذه بي من النار  رواه البخاري ولأنه من مكارم الأخلاق .( وقال ) الشيخ ( ويحرم شهود عيد اليهود والنصارى ) وغيرهم من الكفار ( وبيعه لهم فيه ) . وفي المنتهى : لا بيعنا لهم فيه ( ومهاداتهم لعيدهم ) لما في ذلك من تعظيمهم فيشبه بداءتهم بالسلام .

 

Haram mengucapkan selamat, takziyah (ziarah orang mati), iyadah (ziarah orang sakit) kepada non-muslim karena itu berarti mengagungkan mereka menyerupai (mengucapkan) salam. Boleh menjenguk kafir dzimmi apabila diharapkan Islamnya dan hendaknya mengajak masuk Islam.

 

Karena, dalam sebuah hadits riwayat Bukhari, Nabi ﷺ pernah menjenguk orang Yahudi dan mengajaknya masuk Islam lalu si Yahudi masuk Islam lalu berkata, "Alhamdulillah Allah telah menyelamatkan aku dari neraka." Dan karena iyadah termasuk akhak mulia.

 

Haram menghadiri perayaan Yahudi dan Nasrani dan kafir lain dan membeli untuk mereka pada hari itu. Dalam kitab al Muntaha dikatakan: Tidak ada jual beli kita pada mereka pada hari itu dan memberi hadiah mereka karena hari raya mereka karna hal itu termasuk mengagungkan mereka sehingga hal ini menyerupai memulai ucapan salam.

 

Di masa sekarang, pendapat ini juga diketahui sebagai pendapat resmi Lajnah Daimah (lembaga Fatwa Arab Saudi), fatwa MUI dan beberapa ulama kontemporer lainnya.

 

 

𝗛𝗨𝗞𝗨𝗠 𝗠𝗘𝗡𝗚𝗨𝗖𝗔𝗣𝗞𝗔𝗡 𝗦𝗘𝗟𝗔𝗠𝗔𝗧 𝗡𝗔𝗧𝗔𝗟 DARI KALANGAN YANG MEMBOLEHKAN

 

Oleh : Ahmad Syahrin Thoriq

 

𝗕. 𝗞𝗮𝗹𝗮𝗻𝗴𝗮𝗻 𝘆𝗮𝗻𝗴 𝗺𝗲𝗺𝗯𝗼𝗹𝗲𝗵𝗸𝗮𝗻

 

Ulama kontemporer dan lembaga fatwa dunia hari ini umumnya membolehkan mengucapkan selamat pada perayaan umat non Muslim termasuk Natal.  Sebut seperti syaikh Dr. Yusuf Al-Qaradawi, syaikh Ali Jum’ah ,syaikh Wahbah Zuhayli , syaikh Mustafa Ahmad Zarqa, syaikh Abdullah bin Bayyah, syaikh Syaraf Qudhat , Dr. Abdul Latif Al-Banna, Majelis Ulama Mesir, Majelis Ulama Eropa dan lainnya.

 

Syaikh Wahbah Zuhaili berkata :

 

لا مانع من مجاملة النصارى في رأي بعض الفقهاء في مناسباتهم على ألا يكون من العبارات ما يدل على إقرارهم على معتقداتهم.

“Tidak ada halangan dalam bersopan santun (mujamalah) dengan orang Nasrani menurut pendapat sebagian ahli fiqh berkenaan hari raya mereka asalkan tidak bermaksud sebagai pengakuan atas (kebenaran) ideologi mereka.”[1]

 

Syaikh Dr. Musthafa Zarqa berkata :

 

إنّ تهنئةَ الشّخص المُسلِم لمعارِفه النّصارَى بعيدِ ميلاد المَسيح ـ عليه الصّلاة والسلام ـ هي في نظري من قَبيل المُجاملة لهم والمحاسَنة في معاشرتهم. وإن الإسلام لا ينهانا عن مثل هذه المجاملة أو المحاسَنة لهم، ولا سيّما أنّ السيد المَسيح هو في عقيدتنا الإسلاميّة من رسل الله العِظام أولي العزم، فهو مُعظَّم عندنا أيضًا، لكنهم يُغالُون فيه فيعتقدونَه إلهًا، تعالى الله عما يقولون عُلُوًّا كبيرًا.

 

“Ucapan selamat natal seorang muslim pada temannya yang Nasrani menurut pendapat saya termasuk dalam kategori mujamalah (sopan santun) pada mereka dan muhasanah (berbaikan) dalam pergaulan. Islam tidak melarang kita untuk bermujamalah dan muhasanah dengan mereka.

 

Apalagi Nabi Isa dalam akidah Islam termasuk Rasul Allah yang agung dan ulul azmi. Nabi Isa diagungkan juga dalam Islam. Hanya saja mereka, Nasrani, berlebihan pada Nabi Islam dan menganggapnya tuhan. Maha Luhur Allah dari apa perkataan mereka yang melampaui batas.”[2]

 

𝗙𝗮𝘁𝘄𝗮 𝗗𝗮𝗿𝘂𝗹 𝗜𝗳𝘁𝗮 𝗠𝗶𝘀𝗵𝗿𝗶𝘆𝗮𝗵 :

 

إن هذا الفعل يندرج تحت باب الإحسان الذي أمرنا الله عز وجل به مع الناس جميعا دون تفريق، مذكرة بقوله تعالى: ﴿وَقُولُوا لِلنَّاسِ حُسْنًا﴾، وقوله تعالى:﴿إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ﴾.

 

“Perbuatan (ucapan selamat untuk hari raya agama lain) ini termasuk dalam berbuat baik yang diperintahkan Allah kepada seluruh manusia tanpa perbedaan. Sebagaimana firman Allah, "Katakan kebaikan pada manusia" dan "Allah memerintahkan berbuat adil dan berbuat baik."[3]

 

𝗙𝗮𝘁𝘄𝗮 𝗠𝗮𝗷𝗲𝗹𝗶𝘀 𝗨𝗹𝗮𝗺𝗮 𝗘𝗿𝗼𝗽𝗮 :

 

فلا مانع إذن أن يهنئهم الفرد المسلم، أو المركز الإسلامي بهذه المناسبة، مشافهة أو بالبطاقات التي لا تشتمل على شعار أو عبارات دينية تتعارض مع مبادئ الإسلام. والكلمات المعتادة للتهنئة في مثل هذه المناسبات لا تشتمل على أي إقرار لهم على دينهم، أو رضا بذلك، إنما هي كلمات مجاملة تعارفها الناس. ولا مانع من قبول الهدايا منهم، ومكافأتهم عليها، فقد قبل النبي –صلى الله عليه وسلم - هدايا غير المسلمين مثل المقوقس عظيم القبط بمصر وغيره، بشرط ألا تكون هذه الهدايا مما يحرم على المسلم كالخمر ولحم الخنزير.

 

“Tidak ada larangan bagi individu muslim atau organisasi Islam untuk mengucapkan selamat atas peringatan (natal) ini secara lisan atau dengan kartu yang tidak mengandung syiar atau ucapan keagamaan yang berlawanan dengan prinsip Islam.

 

Hendaknya kalimat yang digunakan untuk ucapan selamat natal tidak mengandung pengakuan apapun pada agama mereka atau rela atasnya. Ia hendaknya berupa kalimat mujamalah (courtesy) yang umum dikenal.

 

Tidak ada larangan menerima hadiah dari mereka dan memberi hadiah pada mereka. Karena, Nabi pernah menerima hadiah dari non-muslim seperti Muqauqis pembesar Kristen Koptik Mesir dan lainnya dengan syarat hadiah tersebut tidak haram bagi muslim seperti minuman alkohol dan daging babi.”[4]

 

𝗗𝗮𝗹𝗶𝗹𝗱𝗮𝗹𝗶𝗹 𝘆𝗮𝗻𝗴 𝗱𝗶𝗴𝘂𝗻𝗮𝗸𝗮𝗻 𝗸𝗮𝗹𝗮𝗻𝗴𝗮𝗻 𝘆𝗮𝗻𝗴 𝗺𝗲𝗺𝗯𝗼𝗹𝗲𝗵𝗸𝗮𝗻

 

 Dalil-dalil yang digunakan oleh para ulama  ulama dalam membolehkan mengucapkan selamat hari raya untuk agama lain diantaranya adalah :

 

- QS Al-Mumtahanah 60:8

لَا يَنْهٰىكُمُ اللّٰهُ عَنِ الَّذِيْنَ لَمْ يُقَاتِلُوْكُمْ فِى الدِّيْنِ وَلَمْ يُخْرِجُوْكُمْ مِّنْ دِيَارِكُمْ اَنْ تَبَرُّوْهُمْ وَتُقْسِطُوْٓا اِلَيْهِمْۗ اِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِيْنَ

 

 "Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil."

 

- QS Al-Baqarah 2:83

... وَقُوْلُوْا لِلنَّاسِ حُسْنًا

 

...Serta ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia"

 

- QS An-Nahl 16:90:

- اِنَّ اللّٰهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْاِحْسَانِ

 

"Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan..."

 

- QS An-Nisa' 4:86

وَإِذَا حُيِّيْتُمْ بِتَحِيَّةٍ فَحَيُّوْا بِاَحْسَنَ مِنْهَآ اَوْ رُدُّوْهَاۗ

 

 "Apabila kamu diberi penghormatan dengan sesuatu penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik dari padanya, atau balaslah penghormatan itu (dengan yang serupa)."

 

Dalil lainnya adalah keumuman kaidah : Bahwa bab muamalah hukumnya boleh sampai ada dalil yang melarangnya. Kalangan ini memandang bahwa tahniyah hari raya agama lain tidaklah berkaitan dengan masalah ibadah apalagi aqidah. Ketika sesesorang mengucapkannya, bukan serta merta bisa diartikan bahwa dia menyetujui dan mengakui kebenaran ajaran agama mereka.

 

 

𝘞𝘢𝘭𝘭𝘢𝘩𝘶 𝘢𝘭𝘢𝘮.

__

[1] Dikutip dari htt*://www.shariaa.n*t.

[2] htt*://archive.islamonline.net/?p=542.

[3] L*nk: htt*://goo.gl/fDgYXB.

[4] ww*. binbayyah.n*t/portal/fatawa/1393.

 

 

𝗞𝗘𝗦𝗜𝗠𝗣𝗨𝗟𝗔𝗡 𝗛𝗨𝗞𝗨𝗠 𝗧𝗔𝗛𝗡𝗜𝗔𝗛 𝗣𝗘𝗥𝗔𝗬𝗔𝗔𝗡 𝗔𝗚𝗔𝗠𝗔 𝗟𝗔𝗜𝗡

 

Oleh : Ahmad Syahrin Thoriq

 

1. Mayoritas ulama madzhab terdahulu hingga beberapa generasi setelahnya, berpendapat bahwa hukum mengucapkan selamat hari raya untuk agama lain, termasuk hari natal adalah diharamkan.

 

Diantara alasannya bahwa mengucapkan selamat, berarti menyetujui dan mengakui kebenaran agama tersebut. Sedangkan dalam masalah keyakinan, hal yang fundamental bahwa setiap muslim yakin hanya agama Islam yang diterima di sisi Allah.

 

2. Sedangkan mayoritas lembaga fatwa dunia seperti Darr Ifta Mishriyah dan ulama kontemporer hari ini berpendapat sebaliknya, bahwa mengucapkan selamat hari raya kepada agama lain hukumnya mubah alias boleh-boleh saja.

 

Karena illat (sebab) yang menjadi pengharaman pada masa lalu dipandang sudah tidak ada. Ucapan selamat hari raya dinilai hanya sebagai bentuk mujamalah (basa-basi) dan sikap saling menghormati dalam muamalah.

 

Sedangkan beberapa lembaga lainnya seperti Lajnah Daimah Arab Saudi tetap mengharamkan.

 

3. Di Indonesia MUI berfatwa bahwa ucapan selamat Natal hukumnya secara asal adalah haram. Sedangkan beberapa lembaga fatwa seperti tarjih Muhamdiyah tidak melarang.

 

4. Maka yang membolehkan jelas ada dasarnya dari fatwa ulama dunia dan juga lokal. Selama dalam batasan yang normal, tak selayaknya yang mengikuti pendapat ini dituduh liberal apalagi murtad keluar dari Islam.

 

Sebaliknya juga demikian, yang berpendapat bahwa mengucapkannya hukumnya haram, merupakan pendapat yang tak kalah kokohnya, karena mengikuti pendapat ulama empat madzhab dan juga fatwa institusi yang resmi diikuti di negeri ini.

 

Tak sepatutnya juga dituduh radikal, dicap tidak bisa bertoleransi atau menghargai keragaman.

 

5. AST memilih pendapat yang mana ? Point ini tidak penting, tapi karena terus berulang ditanyakan izinkan saya untuk menjawabnya : Saya lebih cenderung memilih pendapat mayoritas ulama khususnya dari empat madzhab yang mengharamkan dengan tetap menghargai pilihan kalangan yang membolehkan.

 

Pilihan ini lebih kepada pendapat yang menurut saya lebih tepat, cermat dan selamat. Karena masalahnya adalah pada kalimat "selamat"nya.

 

Kata selamat itu sangat lekat dengan Islam. Di dalamnya terkandung semacam do'a dan penekanan yang sangat berbeda dengan kata sa'id (gembira) dari versi ucapan natal di Arab seperti sa'id milad. Atau merry (gembira) critsmas dalam versi inggris.

 

6. Seandainya kalimat yang di ucapkan "bahagia natal" atau sekedar "senang ya natal", tentu akan berbeda dengan ucapan yang kita gunakan selama ini yakni "selamat natal".  Dan  ini lebih serupa dengan sa'id milad, atau I'd milad yang difatwakan kebolehannya di negeri arab seperti Mesir.

 

Seandainya ucapan natal dalam bahasa Arabnya bunyinya "Assalam fil Milad" atau yang semisalnya, kira-kira ulama di sana berubah tidak ya fatwanya ?

 

Karena ucapan selamat natal di arab itu dari susunan kalimatnya ya memang benar-benar cuma basa basi dan berbeda dengan disini...

 

7. Akan sangat bermanfaat seandainya diadakan diskusi atau debat ilmiah tentang masalah ini. Diskusi yang bertujuan menguatkan keyakinan sekaligus menumbuhkan sikap saling menghargai bukan hal yang tercela. Selama masih dalam ranah ilmiyah, tidak perlu ada yang baper. Seperti komentar nyinyir : "Mereka yang merayakan, kenapa kita yang ribut."

 

Karena ini bukan hanya masalah saat natal saja, namun jika kita lihat setiap saat terulang juga perdebatan yang sama saat maulid, isra mi'raj, Valentine, tahun baru dll.

 

8. Hal ini tidak selalu bisa diartikan bahwa umat Islam tidak dewasa, kurang kerjaan dan tuduhan negatif lainnya. Tapi jika perlu dilihat dari sisi positifnya, ini bukti bahwa Islam adalah agama ilmiah. Awam dan alimnya sangat biasa dengan dalil dan hujjah pendapat. Tidak asal menelan dogma.

 

9. Berbeda halnya jika semangatnya untuk saling menghina dan menjatuhkan satu sama lain. Itu tentu tidak akan menghasilkan apa-apa kecuali permusuhan dan juga justru menumbuhkan keraguan dalam beragama.

 

Itulah diantara makna peringatan dalam hadits :

 

مَا ضَلَّ قَوْمٌ بَعْدَ هُدًى كَانُوْا عَلَيْهِ إِلاَّ أُوْتُوْا الْجَدَلَ، ثُمَّ قَرَأَ : مَا ضَرَبُوْهُ لَكَ إِلاَّ جَدَلاً

 

"Tidaklah suatu kaum yang tadinya mendapatkan petunjuk menjadi sesat, kecuali karena gemar mendebat." (HR. Tirmidzi)

 

Wallahu a'lam.

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar